Ada banyak kalimat menyakitkan yang pernah ditujukan padaku. Mulai dari sosok guru les yang bilang kalau aku tidak akan bisa lolos UASBN, seorang teman kelasku yang mencibirku bodoh karena tidak bisa menyelesaikan soal matematika, lelaki yang tidak mengizinkanku menumpang karena dianggapnya aku buruk rupa dan tidak pantas menaiki motornya, kakak kelas yang mengatai rambut keritingku sebagai brokoli berjalan, dan sejenisnya.
Namun, pada suatu malam aku menyadari semua itu bukan apa-apa. Sebab aku menemukan ucapan yang tidak sekadar melukai, melainkan juga menghancurkanku: “Vero, ayo bangun. Papamu sudah enggak ada.”
Sumber: Pinterest |
Malam itu sekitar pukul setengah dua. Ibu membuka lampu kamar dengan suara serak membawa kabar yang tak pernah terlintas sekalipun di benakku. Bayangan selama seminggu belakangan bersamamu mendadak berputar dalam kepalaku seperti kaset rusak, lalu perlahan menjelma godam besar yang menghantamku sampai lebam dari dalam.
Semua memori tiba-tiba saja berlabel “yang terakhir”.
Sudah tepat setahun sejak kabar itu kudengar. Namun, rasa sakitnya masih segar seperti baru kemarin tertoreh. Aku tidak punya nyali melangkah masuk ke bioskop, tempat kita berdua menghabiskan sebagian besar waktu bersama di sana. Aku tidak benar-benar berani mengelilingi kota ini seorang diri, tempat kamu dan aku menuai cerita-cerita di tiap sudut-sudutnya - tepi pom bensin dengan sebungkus liang teh manis bagi dua, seporsi kroket telur-keju seharga sepuluh ribu dapat empat, hingga kios minum es kelapa di pinggir jalan raya. Kamu ingat itu semua di surga?
Aku berdiri di depan kalender dinding. Pada tanggal yang sama satu tahun lalu, kamu pergi dan tidak akan kembali. Dunia berjalan biasa seolah semua baik-baik saja dan tersisa aku yang tak pernah benar-benar seutuhnya menerima.
Di ingatanku, kamu terlalu hidup untuk dibilang sudah tiada.
Aku pun beranjak menuju warung rokok yang biasanya kamu kunjungi, rumah makan nasi padang yang kamu sukai, dan tempat-tempat kecil yang kamu datangi rutin setiap hari ketika kamu masih di sini.
Itu ziarah kecilku untuk mengumpulkan apa-apa tentang kita yang bisa kuselamatkan agar tidak dihapus waktu dan ditelan kematian. Atau mungkin sesederhana, aku hanya sedang...rindu.
Selamat Hari Ayah.
Tangerang, 12 November 2021
11.38
0 Comments:
Post a Comment