Setengah
tahun berlalu sejak kamu pergi tanpa isyarat. Aku sudah memutuskan untuk tidak
menangis setiap hari. Namun, bukan berarti kesedihan selesai dituntaskan. Aku
masih sering mampir ke kamarmu yang berlampu redup sekadar duduk di pinggir
ranjang dan membayangkan kamu masih tidur di sana sembari menonton video musik
favoritmu. Atau, setiap petang aku akan pergi ke halaman belakang tempat kamu
mandi sore saat saluran air toilet mampat untuk mencari-cari aroma tubuhmu.
Sumber: We Heart It |
Kupikir bagian inilah yang paling kubenci dari kehilangan: hal-hal yang tadinya berupa rutinitas membosankan menjadi kepingan terpenting yang tiba-tiba ingin kamu ulang tapi sudah sia-sia.
Setengah
tahun terlewati sejak kamu pergi tanpa aba-aba. Aku sudah memutuskan untuk
tidak menangis setiap orang lain bertanya tentangmu. Namun, aku menolak diri
disebut kuat. Aku lebih suka dibilang sedang bertahan. Sebab sampai hari ini, aku
hanya pembelajar yang masih sering gagal untuk membiasakan diri hidup tanpa
sahutan-sahutanmu. Lebih tepatnya, aku masih mencari tahu cara mencapai ikhlas
dalam formula yang benar-benar utuh.
Kupikir
bagian inilah yang paling kutakuti dari kehilangan: aku terjebak sendirian di
labirin yang penuh pengandaian-pengandaian tanpa jeda. Sementara dunia
memaksaku menerima jika yang tersisa darimu hanyalah sepotong nama di KTP yang
tidak lagi aktif atau tagihan token listrik yang masih belum berganti nama.
Setengah tahun terlalui sejak kamu pergi begitu saja. Aku masih gagal mengetahui cara untuk tidak menangis setiap mengeja namamu, melihat fotomu, menonton film bioskop, menaiki motor, melangkah di parkiran mal, mengelilingi kota, dan lain-lainnya yang kalau kusebutkan orang-orang akan tahu ternyata kedukaan begitu cerdas menyembunyikan diri di dalam aku yang hancur lebur.
Kupikir
bagian inilah yang paling kuhindari dari kehilangan: melakukan segala hal seperti
biasanya dan berkali-kali menemukan bahwa kamu memang sudah tidak lagi di sini.
Setiap hari aku tidak berhenti diingatkan semesta jika kamu tidak akan pulang –
tidak ada klakson tidak sabarmu agar aku membuka pagar, bau asap tembakaumu
yang menganggu, gerutu-gerutuanmu terhadap negara, dan lain-lainnya yang kalau
kukatakan satu persatu semakin menegaskan ketidakberdayaanku menghadapi
kepergianmu.
Papa, kamu sudah tiada dan aku sibuk mencari cara melindungi diri dari ketidakwarasan.
Tangerang,
11.20 pm satu hari menuju ulang tahun papa
0 Comments:
Post a Comment