Hari
ini ibu memberesi baju-baju papa. Baru hari ini kami berdua menyadari jika papa
memiliki banyak sekali pakaian baru, mulai dari jaket, kemeja, hingga kaus. Semuanya
tersebar secara berantakan di kardus-kardus di gudang dan lemari.
Sumber foto: Favim |
Ibu dan aku kemudian saling menebak-nebak pakaian tadi didapat papa dari mana. Kiriman keluarga jauh di kampung halaman, hadiah dari kuis atau event-event yang kuikuti dan ternyata ukurannya terlampau besar dan hanya muat dipakai papa, atau memang dibelinya dari bazaar toko swalayan.
Lalu,
kami menemukan sepatu papa yang kubeli tahun lalu karena papa bilang
menginginkan sepatu bagus untuk lari pagi. Sepatu kets biru dongker yang baru
digunakannya satu kali karena pada akhirnya papa lebih suka bertelanjang kaki
saat jogging. Di bawah kotak sepatu itu, ibu menarik keluar sebuah tas
selempang abu hitam dan memangkunya lama. Katanya, itu tas yang pernah papa
minta simpan karena bagus dan akan dipakai untuk acara penting.
Siang itu, kegiatan menyusun dan merapikan barang-barang papa tak pernah benar-benar tuntas. Setiap penemuan mengantar kami pada perbincangan seolah-olah papa masih ada. Pada akhirnya, barang-barang tadi kembali pada tempatnya semula. Mereka keluar sejenak hanya untuk mengatasi kerinduan yang tidak tahu jalan pulang.
Dan,
aku diam-diam memeluk salah satu kemeja yang dulu selalu papa pakai untuk
berangkat kerja sebagai sales berpangkat rendah. Kemeja lusuh yang sisi bawahnya
sudah menghitam oleh debu dan usia. Samar-samar, aku masih mencium bau papa di
sana – atau hanya perasaanku saja? Aku merasa kembali menjadi anak kecil yang
berdiri di mulut pintu rumah menunggu papa pulang membawa boneka Sponge Bob
kuning murah yang di dalamnya berisi kain dan tali perca. Menjadi bahagia tak
pernah sesederhana itu sekarang, terutama ketika kau mengetahui ada bagian dari
kedalamanmu yang tak pernah lagi utuh.
0 Comments:
Post a Comment