Tuesday, 29 December 2020

Pertanyaan-pertanyaan di Udara

Banyak yang bilang – termasuk aku sendiri – jika kepergianmu begitu tiba-tiba. Sangat mendadak, tanpa aba-aba. Tiada tanda koma sebuah aja untukku untuk menyadarinya. Namun, pelan-pelan kuketahui kematian sesungguhnya tidak menolak dibaca. Ia berkunjung dalam bentuk pertanda yang tak ingin kueja, firasat hati yang tak aku terjemahkan, dan mimpi-mimpi ganjil yang kubiarkan terlewat begitu saja.

Mereka bilang, aku harus kuat karena ini bukan peristiwa yang harus kujalani karena memang sudah terjadi, melainkan harus kuterima karena ini yang terbaik. Kalimat itu terus ditujukan padaku sejak hari kau memutuskan pergi ke negeri di atas awan sendirian. Sementara aku masih berusaha mencari cara mempraktikkannya, aku membiarkan diri habis dikoyak kematian kecil setiap hari.

Sumber foto: Tumblr

Biasanya kematian kecilku dimulai dari pertanyaan-pertanyaan sederhana yang kusadari hanya kau yang punya jawabannya, tapi kau tak mungkin lagi memberitahunya padaku untuk selamanya.

  • Bagaimana membetulkan bangku kerjaku yang bautnya sering copot tiap kali aku menggoyang-goyangkannya ke sana ke mari?
  • Di mana kau beli teh hitam yang jadi favoritku, padahal sudah kutanyai tiap warung dan mereka bilang tak menjualnya?
  • Di mana letak kedai burger telur yang sering kaukunjungi tiap malam untuk mengisi tengah malam yang lapar?
  • Apa yang kaurencanakan Desember ini, saat sebulan lalu kautanyakan kapan aku mengambil cuti?
  • Di mana tempat gerobak mi goreng murah yang mie dan kwetiaunya selalu kaubawa pulang tiap pagi sebagai sarapan baru?
  • Mengapa kau memilih pergi siang itu?
  • Apa yang kau makan dan tonton beberapa jam sebelum zat asing menjemputmu?
  • Sedang apa sekarang?
  • Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang kalau kutulis satu persatu hanya akan berdesakan mengisi dadaku yang menganga lebar oleh luka.

Tak pernah kubayangkan kumpulan pertanyaan ini terasa begitu penting. Karena akhirnya kuketahui bahwa hal-hal kecil itulah yang membentuk kita sejak dulu, bukan hari-hari besar atau hadiah mewah.

Kau mendorongku memaknai segala sesuatu lebih berbeda. Rutinitas bukan bentuk monoton berujung kebosanan, melainkan wujud kesetiaan kasih sayang yang berulang. Dan kini aku merindukannya, Papa.

29.12.20 – 13.38

Tangerang

 

0 Comments:

Post a Comment