“Apa yang menarik dari cerita anak?”
Pertanyaan ini
membuat satu kelas berpikir sejenak. Dunia anak memang menarik, mengingat apa
pun yang dilakukan mereka selalu ada momen ‘kali pertama’ atau ‘pengalaman
pertama’. Tapi, kalau cernak, apa yang menarik?
Fakta
Menarik Buku Cernak di Indonesia
Aku dan Mbak Reda di Kelas Penulisan Sastra Anak DKJ |
Mbak Reda mengemukakan data
menarik mengenai buku anak di Indonesia,
“Studi yang dikeluarkan oleh Scholastic tahun 2017 mengungkapkan kalau ada 86% Ayah-Ibu yang disurvei dari 2.718 orang tua dengan anak 6-7 tahun, percaya kalau kebiasaan membaca itu penting untuk masa depan yang baik. Kenyataan ini diperkuat oleh pengakuan 58% anak dari 2.718 anak yang menyatakan sepakat jika membaca cerita itu menyenangkan.”
Hasil dari studi tersebut
nyatanya berdampak pada produksi dan penerbitan buku anak di Indonesia. Survei
IKAPI tahun 2015 menyebutkan sekitar 22,64% buku anak terbit di Indonesia pada
tahun 2014. Trivianya, angka ini membuat kategori buku anak menjadi kategori
terbesar dari kategori buku lainnya, dan menariknya, terbesar dua kali lipat
dari kategori sastra.
Sampai di sini, bisa disimpulkan, secara permintaan dan penawaran pasar, buku anak cukup tinggi. Kita punya peluang. Besar.
Memahami
Apa Itu Buku Anak
“Apakah itu buku anak? Cerita
dengan karakter utama anak-anak? Benarkah? Atau, cerita yang mengisahkan
kehidupan khas anak-anak?” pancing Mbak Reda.
Namun, bisa ditebak, buku anak
bukanlah salah satu dari itu. Jika dibilang buku anak adalah tokohnya
anak-anak, bagaimana dengan novel IT karya Stephen King? Tokoh utamanya
anak-anak, tapi apakah lantas dibilang novel itu adalah novel anak? Kalau
dikatakan buku anak ialah kisah keseharian anak, bagaimana dengan buku anak
yang berbau cerita detektif, petualangan, dan lain-lain? Buku anak punya
pemahaman yang lebih besar dari itu dan kerap kita lupakan.
“Saya suka definisi cerita anak dar Robyn Opie Parnell, ya. Beliau mengatakan cerita anak adalah cerita yang ditujukan untuk pembaca anak, yang amna dalam cerita tokoh utamanya menyelesaikan masalahnya dengan upayanya sendiri. Bantuan dari tokoh orang dewasa sangat minimal, atau bahkan tidak ada sama sekali. Bagian ini yang sering kita lewatkan. Satu lagi, cerita anak itu tidak melulu berbentuk buku cerita bergambar atau novel anak. Tapi juga bisa dalam wujud posa, puisi, fiksi, hingga nonfiksi,” tambah Mbak Reda.
Jika kita sudah mengerti apa
itu buku anak dan cakupan bentukannya yang luas, kita akan lebih mudah
menentukan karya cernak seperti apa yang ingin dibuat sebab pilihannya banyak. Bahkan
jika dikategorisasi secara lebih spesifik, seperti ini hasilnya:
sumber: PPT Kelas Sastra Anak Reda Gaudiamo |
Kalau kamu, tertarik untuk
bikin yang mana?
Mengkeksplorasi
Jenis Cerita Anak Dan Mengidentifikasi Tantangan
Menulisnya
Cerita anak punya banyak
jenisnya, tidak kalah dengan jenis cerita dewasa juga. Beberapa jenis cerita
anak yang bisa kita selami jika ingin mulai menulisnya, antara lain science fiction, fantasy, horror/ghost
stories, action/adventure, true stories, historical fiction, biography,
learning/educational, religion/diversity, gender oriented, dan licensed
character/ books into brands.
Mengenai jenis buku anak ini,
Mbak Reda punya pengalaman tersendiri,
“Buku anak tu banyak jenisnya. Saya ingat sekali pernah membaca komik luar negeri itu isi ceritanya mengenai perang dunia kedua. Gaya berceritanya sangat menarik, ketika dua negara berperang dan sedang sepakat untuk gencatan senjata, komik itu lewat dua karakter dari dua negara berbeda yang berperang itu dikisahkan sedang beristirahat. Ini contoh cara mengenalkan sejarah dunia pada anak-anak lewat cara kreatif. Saya berharap kisah seperti Diponegoro juga disampaikan dengan cara serupa.”
Aku pun setuju dengan Mbak
Reda. Kalau diingat lagi, saat kukecil dulu, cerita mengenai kerajaan maupun
perang di tanah air, tidak ada yang disuguhkan dalam komik dengan
pengandaian-pengandaian yang mudah dicerna anak. Sebaliknya, dihadirkan dalam
bentuk buku teks pelajaran yang kesannya menggurui dan membuatku mengantuk,
hehehe. Alhasil, aku lari ke komik-komik Donal Bebek. Keadaan ini berbeda
sekali dengan keadaan bacaan anak di Inggris. Menurut Mbak Reda, karya
Shakespeare sudha dikenalkan dan dibuat versi buku anaknya untuk jadi bacaan
anak di sana. Caranya adalah dengan membuat serial Shakespeare khusus anak.
Berbagai episode cerita Shakespeare disampaikan secara bertahap, dikenalkan
sedikit-sedikit.
sumber: PPT Kelas Sastra Anak Reda Gaudiamo |
Akhirnya menyadari justru
tantangan buku anak terletak di sini, bagaimana menghadirkan cerita serius
menjadi bentuk yang lebih sederhana dan sesuai dengan sudut pandang anak. Ketika
kusampaikan ini, Mbak Reda mengamini,
“Tantangan terbesar menulis cernak memang di situ. Bagaimana kita bisa menerjemahkan hal-hal serius hingga anak memahaminya.”
Bicara soal hal serius, Mbak
Reda mengeluarkan koleksi buku anak jenis learning/educational
miliknya dulu. Beliau juga menyarankan bagi teman-teman kelas untuk membawa
buku anak yang dianggap punya poin menarik untuk dibagikan tiap minggunya,
sehingga kita semua bisa belajar sudut pandang anak.
“Ini buku A for Activist. Kenapa menarik? Karena biasanya kita menemukan buku anak learning/educational itu ‘A for Apple’, tapi buku ini berbeda dan berani. Lihat lagi ke halaman selanjutnya, ‘F for Feminist’. Ada yang lebih kontroversial, ‘L for LGBTQ’. Di awal mungkin kita kaget karena ini berbeda dari biasanya, tapi kalau kita berani menengok lebih dalam lagi, apa salahnya dengan kata Activist, Feminist, dan LGBTQ. Hal-hal begitu perlu kita beritahu pengetahuannya sejak dini. Tidak ada yang salah dengan memberi pengetahuan pada anak.”
Contoh lainnya yang dijadikan
pembahasan di kelas adalah jenis buku anak gender
oriented. Ini jenis yang sangat
spesifik, biasanya ditujukan untuk salah satu gender khusus. Semisal buku ‘I
Love My Hair’ karya Natasha A. Tarpley, buku anak ini khusus untuk anak
perempuan di Afrika yang sering insecure
dengan kondisi rambut keriting mereka dan hendak meluruskannya. Jadi, buku anak
itu berusaha memotivasi anak perempuan di Afrika untuk bangga dengan rambut
alaminya serta mendorong keyakinan mereka bahwa mempunyai rambut keriting itu
tidak ada yang salah. Lainnya yang menarik adalah buku dari jenis religion and diversity. Contoh dari buku
anak jenis ini adalah ‘The Sandwich Swap’ karya Queen Rania of Jordan Al
Abdullah dan Kelly DiPucchio, yang mana diterbitkan untuk mengenalkan
pengetahuan akan Islam pada anak-anak, khususnya anak-anak di Amerika dan Eropa
sejak kejadian penyerangan teroris 9/11. Banyak sekali contoh lainnya yang
dibawa dan dibahas Mbak Reda, namun yang jadi penekanan adalah,
“Apa pun bisa diajarkan. Enggak harus hal yang baik-baik saja dan enggak melulu mengangkat topik aman. Jadi, berhentilah menabukan banyak hal.”
Tips
Awal Menulis Cerita Anak
Setelah punya pengetahuan
mendasar mengenai kondisi pasar buku anak, definisinya, jenis-kategorinya, dan
tantangannya, kini saatnya menulis dan mengurai kesulitan-kesulitannya. Tips
utama dari Mbak Reda untuk bisa melihat seperti pandangan anak adalah milikilah
pandangan yang sederhana tapi istimewa. Lalu, berceritalah dengan simpel dan
baik. Simpel artinya kita coba menempatkan diri menjadi si anak yang semua
pengalaman dalam hidupnya serba pertama kali. Baik artinya kita harus menulis
dengan tata cara yang benar, jadi ayo belajar lagi pedoman UKBI dan KBBI.
“Begini yang saya maksud soal sederhana tapi istimewa. Acap kali kita melihat radio sebagai salah satu medium mendengar berita/informasi, lagu, dan lain-lain. Itu pandangan kita sebagai orang dewasa. Coba kalau kita jadikan diri kita anak kecil yang baru pertama kali dengar radio, anak itu pasti bingung karena bagaimana caranya benda itu bisa mengeluarkan suara. Mungkinkah ada penyanyi di dalamnya? Lalu anak itu mulai menempelkan telinganya ke pelantang suara radio, dan memicingkan matanya, mencari tahu di mana si penyanyi dan bagaimana bisa ada penyanyi masuk ke dalamnya sampai menghasilkan lagu,” jelas Mbak Reda. Beliau juga berpesan, berpandanga istimewa namun sederhana ini bisa dilatih. Caranya mudah, banyak baca! Itulah alasan mengapa sejak awal dikenalkan banyak jenis buku anak beserta contohnya.
Lebih jauh lagi, Mbak Reda
mengajak teman-teman kelas untuk mengakses tautan dari Sarah Maizes, mengenai ‘WantTo Write A Good Children’s Book? Here are 7 Tips to Guide You’. Setelah kuakses
dan kubaca, inti dari bahasan Mbak Reda dan Sarah Maizes adalah sama: pakailah
sudut pandang anak-anak yang serba pertama kali! Karena dari sana, kita akan
dapat pandangan unik dan berbeda.
Kalau mau tips lebih banyak
lagi, kita bisa coba cari di sini:
sumber: PPT Kelas Sastra Anak Reda Gaudiamo |
Catatan
Penting Mengenai Dunia Penulisan Buku Anak
Buat kita yang sering bertanya
apakah anak akan mengerti jika kita membuat cerita yang seperti ini atau itu
tanpa menyelipkan pesan moral secara langsung, dan lain-lain? Begini jawaban
Mbak Reda:
“Jangan anggap anak-anak, kita meremehkan. Mereka makhluk yang cerdas!”
Pertanyaan lainnya, apakah oke
jika menyampaikan isu serius? Caranya bagaimana? Begini tanggapan Mbak Reda:
“Isu serius bisa disampaikan pada anak-anak. Caranya: menulis dengan sederhana, jadi perbanyaklah latihan. Salah satu latihannya selain terus dan sering menulis, banyak-banyaklah membaca! Soalnya menulis dengan baik itu dimuali dari membaca buku-buku yang baik.”
Terus, ada lagi pertanyaan,
buku anak yang baik itu yang seperti apa sih? Mbak Reda menjawab:
“Buku anak yang baik, akan disukai oleh orang dewasa. Contohnya juga sudah banyak seperti serial Harry Potter-nya J.K Rowling, atau novelnya John Boyne yang sudah difilmkan juga berjudul ‘The Boy in the Striped Pajamas’.”
Dari semua
pertanyaan-pertanyaan itu, Mbak Reda memberi catatan khusus yang diulang
berkali-kali oleh beliau pada seluruh peserta kelas,
“Buku cerita anak itu bukanlah buku pelajaran agama, juga bukan khotbah!”
Begitu catatan pelajaran dari
kelas penulisan sastra anak DKJ pada pertemuan pertama ini, yang bisa kubagikan
buat teman-teman. Sampai jumpa di postingan minggu depan lagi yah mengenai
hasil dari pertemuan kedua. Semoga bermanfaat dan bersama bangkitkan lagi
gelora sastra anak nusantara!
0 Comments:
Post a Comment