aku menerima pigura kosong darimu kemarin. dengan
tiga alasan. kamu bilang mungil bentuknya mengingatkanmu pada tubuh kecilku
yang bisa kamu lipat masuk kantong. pula, ada kunci yang wujudnya bagai pembuka
gembok buku-buku diari, katamu itu simbol-simbolan semacam you’re the key to my heart. atau, inilah yang paling penting:
karena kita pernah jalan-jalan ke sebuah museum yang memajang benda-benda yang
menimbulkan perasaan-perasaan terlarang, dan aku memilih bingkai tanpa foto
sebagai favorit ketika ditanya oleh si kurator. ingatan-ingatan semacam itu
yang membawamu pada pigura kosong dan aku.
tapi kekasih, aku punya ingatan lain.
pigura itu memajang kelapangan untuk perasaan yang sebegitu luasnya, sebegitu dalamnya |
aku menerima pigura kosong darimu kemarin. dulu itu,
si kurator sempat bertanya kenapa. aku bilang, bingkai tanpa potret itu seakan
memajang kekosongan – cocok buat sebuah rumah yang ruangannya terasa lenggang
oleh kehilangan, beranda yang lampunya rusak dan enggan diganti, serta yang
dindingnya ditempeli harapan-harapan yang sudah lama aus dan jadi kenangan yang
menyerah. bingkai semacam itu akan menyenangkan diletakkan di sana, mungkin di
atas bufet berpelitur yang debunya tebal, atau digantung bersama foto silsilah
keluarga yang tidak lengkap. dan orang yang menghuninya setiap hari mengandung
perasaan ganjil seperti permainan bingo yang tidak selesai. selain itu, kamu
sempat melontar tanya mengapa. aku jawab, bingkai yang absen dari foto itu
seolah mengajak siapa pun yang memandanginya untuk mengisi sendiri pigura itu
dengan bayangan kenangan masing-masing. ia terbuka untuk segala peristiwa dulu
atau pun andai-andai besok. pigura yang istimewa. ia bisa paling cocok berada
pada dekap sembunyi kesedihan, tapi juga membuka lengan bagi imaji-imaji liar
dan paling bahagia sekali pun.
tapi sayang, aku punya alasan lain.
pigura itu memajang kekokohan untuk perasaan yang sebegitu kuatnya |
aku tidak menerima pigura kosong darimu kemarin. sebaliknya,
aku menerima pigura penuh darimu satu hari yang lalu. ia kecil, tapi tak pernah
terlalu sempit untuk mengisi ingatanku yang lain: kalau kamu memilihnya karena
pernah ada cerita tentangku di sana, itu pikiran-pikiran yang mampu membingkai
senyum tiba-tiba. dan aku memutuskan menyimpannya sebab ia adalah kepingan
kecil darimu, memilikinya adalah kesederhanaan yang menyenangkan. ia ramai,
tapi tak pernah terlalu bising untuk memeluk alasanku yang lain: ia tidak sepi
seperti pigura yang dipamerkan di museum hingga kubilang cocok diberi rumah
yang lengkap dengan segala kehilangannya. ini pigura polos darimu yang punya
tempat paling cocok di pojok meja kamar tempat barang-barang favoritku berumah.
ia tidur dan sesekali berdiri, sekadar mengingatkan kalau kita berdua butuh
punya foto bersama untuk membuatnya jadi lebih sempurna.
sayang, kekasih. apa pun tentangmu dan darimu, bagiku sudah utuh, aku tak butuh lagi yang lain.
Terharu 😢...
ReplyDeleteKece banget penyampaian maknanya, dalem ya bu vero 😂