Sunday, 22 January 2017

Kita Jatuh Cinta Sambil Main Dadu


Aku pernah menunggu pesawat yang empat puluh lima menit lagi terbang ke kampung halamanku dan berharap ada alasan yang membuatnya tertunda. Pengumuman timbul tenggelam di ragam mikrofon dari berbagai sudut ruang tunggu, orang-orang bergerak gelisah. Senja sebentar lagi jatuh, tubuh-tubuh berpindah setengah terbatuk-batuk, mata-mata menempeli jam setengah mengantuk. Terminal keberangkatan domestik. Sisi tengah paling ujung, bersebelahan langsung dengan jendela kaca besar yang menjulang tinggi, tempat favorit yang kuhindari – aku menemukan alasanku di sana.
sumber foto: tumblr frankfurt airport

 Dia menyimpan alasan-alasanku, kamu kerap akhirnya adalah jawaban-jawabanku.

Dia punya manik mata hitam yang tidak mengingatkanku padamu, dengan rambut alis cukup tebal yang juga tumbuh halus di rahang dan dagunya. Menelusuri hutan kecilnya selalu jadi tantangan yang membuat anak kecil yang bandel bangun dalam diri orang-orang. Sore itu, ia mengenakan kaos polos biru tua dengan syal rajutan berwarna cokelat malam. Bangku sampingnya kosong, tapi bukan berarti tidak ada yang mengisinya: cangkir kertas dengan kopi – mungkin Vietnam dengan canda atau Amerika tanpa gula – bukan teh atau cokelat, kamu butuh kopi untuk seorang pembaca Dostoevsky. Aku enam bangku jauh darinya, aku tidak memakai kata pisah seperti padamu minggu lalu, karena tidak ada satu keadaan yang buatku harus pergi, dan dia masih tinggal. Dia melirikku barang sejenak dari balik kemalangan orang-orang yang ditulis Rusia yang ada di tangannya. Kamu tahu, sayang, dia melihatku sebagai peta yang bisa direntangkan di atas meja untuk dibaca dan dijelajahi, dan aku menyadari dia adalah petualanganku – yang salah – berikutnya.

Dia selalu jadi apartemenku dan kamu menjelma rumahku.

Nasi boks dengan air mineral gelas dibagikan untuk penundaan seratus menit ke depan. Aku dan dia – atau dia dan aku – saling beranjak, berpikir mungkinkah ini berakhir dengan bangun bersama pada suatu pagi di hotel Paris tanpa menukar nama, atau sama-sama memelihara apa kabar lewat kartu pos. Tapi, pilihan terakhir terasa begitu aku dan kamu, maka aku menolaknya. Dia mengambil duduk sebelum aku memutuskan di mana, mengarahkan pandangnya padaku sekali lagi, matanya seakan bicara, kemari, aku ingin katakan sebisik rahasia. Aku duduk tepat di belakangnya. Tanpa wajah, tidak ada nama, selain sebidang punggung yang tampak setengah, leher yang terasa penuh karena syal, potongan rambut sedikit acak-acakan.
“...kamu tidak sedang ingin berpetualang, kamu tahu. Kamu tersesat, pemilik pulangmu berganti alamat, kamu harus mencari tahunya, bukan menginap di apartemen asing dan tak lagi kembali. Tuhan menciptakan cinta ketika sedang main dadu, berarti kita bisa mencium kepergian sambil tertawa.”

Dia pasti pergi, tapi kamu sayang, mungkin juga tidak akan tinggal.

Suara perempuan di mikrofon mengabarkan keberangkatan nomor penerbangan tertentu. Dia beranjak tanpa menengok ke belakang, tapi kutemukan bukunya yang ketinggalan dengan halaman pertama memiliki catatan tangannya: hai. kau tahu, beberapa detik lalu kupikir aku jatuh cinta padamu. tapi kurasa kita berdua sama-sama memahami, kehilangan tidak suka bersahabat dengan orang lain. Ia lebih suka sendiri.
Senja benar-benar turun. Petang itu aku menebak-nebak: tidak ada satu pun bagian dari lelaki tadi yang mengingatkanku padamu atau aku sebenarnya tengah berupaya mencari-cari bagian mana dari lelaki itu yang menyerupai kamu, agar bisa kubisiki jika memang Tuhan menciptakan cinta sambil main dadu, mungkinkah sepanjang waktu kita mengucapkan jatuh cinta lalu pergi dan tinggal sambil lalu.
  
*Tangerang yang mendung, 14.43 siang. 

Mengenang 8 tahun lalu pada suatu sore di Soetta atau Polonia (agak lupa) dengan pesawat yang begitu delay, dan diam-diam aku memerhatikan seorang pria dengan laptopnya di belakangku. Aku pernah berpikir jatuh cinta padanya, tapi aku tak pernah percaya pada bandara – tempat pertemuan dengan mudahnya bersua salam perpisahan dan tempat waktu terasa begitu main-main.
This entry was posted in

1 comment:

  1. Hehe bandara emang tempat yang bagus buat cuci mata :)

    ReplyDelete