Friday, 20 January 2017

Kita Berangkat dari Pertanyaan-pertanyaan Tanpa Tanda Tanya


Siapa kamu. Bersediakah kamu menelanjangi diri lalu bersiap mengenakan kata sebenarnya untuk menjelaskan dirimu. Percayakah kamu pada Tuhan. 
Yakinkah kamu nabi-nabimu akan menjadi penyelamat dan menjemputmu saat kamu mati nanti, bukan dosa-dosamu. 
Mengapa kamu suka warna hitam, dan tidak bilang saja kamu suka oranye, ungu, merah, hijau, kuning, biru dan lain-lainnya kamu sebutkan semua jenis warna, yang bukankah kalau dicampur akan jadi warna hitam. 
sumber foto: pinterest
 Kapan terakhir kamu tertidur dan merindukan bibir salah satu perempuanmu dulu.
Apa alasanmu begitu berani membuat seseorang merasa sangat kehilangan dan kembali dengan keyakinan penuh kamu akan diterima dengan hati lapang terbuka. Mungkinkah kamu sempat berpikir mengatakan pada seorang perempuan bahwa dia akan ditolak seluruh lelaki kecuali kamu pernah menyakitinya, karena itu seperti menempatkannya di posisi terbuang dan pilihan terakhir, sedangkan tidak ada seorang pun yang ingin dicintai dengan cara seperti itu. Bukankah itu barbar. Maukah kamu mencoba mengganti kemeja warna gelapmu dengan kaos hitam dan syal setengah tergantung di leher, dan kupilihkan yang berwarna biru tua. Bisakah kamu berhenti bersikap sok ganteng. Mengapa kamu tak pernah menjawab tantangan untuk membongkar semua keliaran dalam kepalamu yang kamu bilang kalau dikeluarkan akan membuatmu kelihatan lebih aneh dari alien, sedangkan mungkin keliaran itu sudah selangkah di depanmu dan kamu hanya kalah dan malu untuk mengakuinya. Apa yang benar-benar kamu pikirkan selain melawan Illuminati tiap kali kamu sulit tidur menjelang pagi, karena yang terlintas di benakku adalah bagaimana bergabung dengan Illuminati dan membunuhmu. Pernahkah kamu beranggapan mimpi-mimpi manis adalah hal-hal yang tak pernah kita dapatkan dan mimpi-mimpi buruk adalah cerminan diri kita sesungguhnya di dunia nyata. Bisakah kamu berhenti memakan daging-daging sialan itu. Manakah keganjilan yang lebih kamu suka: deja vu-deja vu yang tak terjawab atau kematian mendadak. Siapa yang kamu lihat ketika berdiri depan cermin saat bangun di pagi hari dan sebelum lelap di pagi hari. Pernahkah kamu bertanya bagaimana andai kita meninggalkan satu sama lain. Apa benda peninggalan dari siapa pun itu yang paling kamu jaga bagai jimat penyelamatmu yang kamu sembunyikan dari orang-orang agar mereka tak tahu dan menilaimu yang tidak-tidak. Jika kamu punya kesempatan membunuhku, apa cara paling baik yang akan kamu lakukan. 
Dari mana kamu yakin untuk bilang mencintaiku dan percaya saja ketika aku mengatakan hal yang sama padamu.
Apakah kamu menganggap secangkir kopi dengan lipstik merah adalah suatu bagian yang seksi. Kapan kamu pernah benar-benar menemukan dirimu menangis. 
Lebih suka mana, meneguk minuman paling favoritmu sendirian atau menyantap makanan yang jadi alergi dan fobiamu bersama orang yang paling kamu cintai. 
Terakhir, mungkinkah kita berangkat dari pertanyaan tanpa tanda tanya yang berusaha kita temukan jawabannya pada diri masing-masing, bukan dimulai dari perasaan yang orang-orang bilang jatuh cinta. Senyap, kamu dengar itu.
Sayang, sampai di sini, apakah kamu menyadari kita baru saja berangkat dengan begitu acak dan berantakannya, bersama segudang pertanyaan tanpa tanda baca sejatinya. Bukan karena lupa, tapi mereka memang adalah sekumpulan pertanyaan yang kehilangan kemampuannya bertanya. 
Atau itu mungkin bukan pertanyaan untuk dijawab, tapi hanya kumpulan pertanyaan yang kehilangan waktu untuk diberi cerita.
*ditulis beberapa bulan lalu entah kapan, baru diunggah dengan sedikit pengeditan

0 Comments:

Post a Comment