aku
pergi ke pasar tadi pagi, Sapardi ada di mana-mana. puisiku basah sebelum
sempat aku kirimkan untuk dibaca olehnya. padahal, aku ingin bilang padanya
kalau aku baru saja bertemu seorang lelaki setahun lalu dan menemukan
sederhananya kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya
abu. aku mengenalnya lewat suara yang dipakainya memanggil namaku seraya
mengetukkan punggung jemarinya di atas meja kantor. dan, waktu itu april, ia
memberiku kakek berjenggot dua belas dua puluh lima, tapi bukan itu yang
benar-benar kuingat sebagai hadiah ulang tahun. namun ketika dia mengeluarkan
kertas catatan kuning kecil dari balik saku jaket hijau tuanya saat aku bilang,
aku terlalu banyak dan terlampau penuh menampung bagian-bagian yang dia pernah
bilang tak pernah damai dalam diriku. dia membelinya entah di toko apa,
semenjak itu dia tidak tahu, dia berhasil membuatku membiarkan diri dibaca satu
persatu.
sumber foto: Tumblr |
dia pemilik puisi-puisiku.
aku
ada di pasar tadi siang, Sapardi ada di mana-mana. puisiku kuyup sebelum sempat
aku berikan untuk dipindai olehnya. padahal, aku ingin bilang padanya kalau aku
baru saja bertemu seorang lelaki enam bulan lalu dan menemukan sederhananya
isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.
aku menghabiskan sisa-sisa ruang untuk kenangan dengannya dan ini hal-hal yang
kuingat: dia memundurkan langkah saat menaiki eskalator untuk menyamai laju
kakiku, mengeluarkan ponsel di sebuah festival untuk segera mengunduh aplikasi
asing yang sama sekali tidak dia tahu karena tahu aku tertarik dengan stannya,
sampai membuka peta digital ketika pertama kalinya mencari tahu posisi rumah
mungilku, tiba-tiba mengganti foto profil dengan kartun-kartun yang kupakai
untuk mencandainya, benar-benar membeli buku yang kusebut sambil lalu, namanya
muncul mengisi kuesioner yang targetnya harusnya bukan dia, dan kerap melempar
pandang sebentar ke arahku setiap asyik bicara dengan orang-orang yang
penasaran dengannya.
bagian-bagian itu, yang luput, yang abai, yang lupa, yang katanya tak punya tempat di ingatan, baru kusadari justru hanya bisa ditemukan dua jenis orang: penguntit idiot yang profesional atau aku yang sedang jatuh cinta.
aku
pulang dari pasar tadi malam, Sapardi tak ada lagi di mana-mana. puisiku tenggelam
di genangan air pinggir jalan sebelum sempat aku poskan untuk dipayungi olehnya.
padahal, aku ingin bilang padanya kalau aku baru saja bertemu seorang lelaki
sabtu ini, di depanku, dan menemukan sederhananya selamat natal dan tahun baru
bisa jadi begitu istimewa dengan membacakannya puisi aku ingin mencintaimu
dengan sederhana.
tangerang
yang hujan
ditulis pada satu
setengah jam menuju pukul nol-nol, malam sabtu di pojok kamar yang berisik
Desember 08, 2016
0 Comments:
Post a Comment