Sore itu, ketika langit jingga singgah di Serpong,
aku menemui seorang lelaki berpakaian kaus hitam lengkap dengan jaket kain
berwarna hijau army di inkubator Skystar
Ventures, Gedung New Media Tower Kampus UMN. Senja yang jatuh di tempat kerja
lelaki itu, seakan mengabarkan jam pulang kerja sudah tiba. Namun, hal tersebut
tak membuat lelaki pemilik nama Alvian Dimas, berhenti menekuri layar laptopnya
sembari berkisah.
Sebagai CEO dan Founder dari perusahaan rintisan
atau startup bernama INIGAME.ID,
kesehariannya tak jauh-jauh dari mengejar waktu dan menyapa gunungan kerjaan.
Namun, melewati senja dan menantang malam dengan setumpuk pekerjaan bukan lagi
menjadi hal yang melelahkan baginya, karena itu adalah caranya menyiapkan
senjata dan perbekalan untuk menjawab MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN).
Alvian tak gentar menyapa MEA yang kerap dipandang
sebagai tantangan berisi sejumlah persaingan tak berkesudahan, Ia sudah
menyiapkan INIGAME.ID sejak Februari
2014 lalu sebagai ‘senjata’ untuk bertanding menghadapi MEA. INIGAME.ID sendiri adalah sebuah
perusahaan rintisan atau startup,
yang terwujud dari kombinasi impian, kegagalan, usaha, kerja sama, dan
jatuh-bangun tim.
“Aku dan tim di INIGAME.ID, tidak takut pada MEA. Kita bergerak dan bekerja di bidang game, karenanya kita melihat MEA sebagai suatu permainan. MEA seperti quest game yang harus diselesaikan dengan strategi-strategi matang. MEA layaknya mainan baru yang begitu menarik untuk dicoba. Seakan bermain game, kita akan menemui saat menjadi game over dan kekuatan melemah, tapi bukankah dititik itu, kita punya kesempatan untuk mengulang lagi dan menanamkan skill baru? Begitu juga MEA, ini adalah game dengan sejumlah peluang untuk menang,” ujar remaja berusia 23 tahun itu.
Sembari menyinggahi tatapan matanya pada ruang
kerjanya yang sore itu sepi di ruang ‘Volans’, Alvian melanjutkan ceritanya. Ia
hanyalah bocah kelas enam SD saat pertama kali mengenal game online, dan mulai menjadi gamers
pada umumnya. Perlahan, ia merasa menjadi gamers
biasa tidak membuat kesehariannya berarti. Alvian membangun tekad dan berusaha
mendapatkan posisi sebagai moderator game
di sebuah situs game terkenal saat itu; EGAMESBOX.COM.
Usahanya berhasil, mengantarkannya menjadi global
moderator yang menangani sebuah forum game.
Ketika itu, Alvian sadar jika tengah terjadi krisis informasi antara konsumen
dan produsen game. Seperti ada bola lampu kuning yang muncul dari dalam
kepalanya yang bilang ‘harusnya ada portal yang menjembatani keduanya’.
Menyadari adanya persoalan yang mengusiknya untuk
menemukan solusi, masa pendidikan menengah pertama Alvian pun dihabiskannya
dengan belajar membuat dan mengembangkan sebuah situs secara otodidak. Sebelum
akhirnya Alvian berseragam SMA dan mengenal jika kekuatan media adalah
satu-satunya jembatan paling tepat untuk mengatasi komunikasi antara konsumen
dan produsen game. Saat itu, MEA
sudah mulai bergaung. Perdagangan bebas dan pasar terbuka yang ditawarkan MEA
tak hanya mencakup sektor barang dan jasa, tapi juga tenaga kerja, mulai
menyergap pikiran setiap remaja yang akan lulus sekolah, tak terkecuali Alvian.
“Kekhawatiran dan kecemasan untuk kalah bersaing
mulai mewabah. Tapi, kalau aku terus fokus pada kelemahan, kapan aku melihat
ini sebagai kesempatan membuktikan diri aku bisa? Bagiku, kemenangan di MEA
bukan hanya diukur dari seberapa besar pendapatan atau tinggi jabatan kita dibanding
lawan main, melainkan bagaimana aku bisa berperan bagi diri sendiri dan
masyarakat di dalamnya,” lanjut Alvian, sambil sesekali mengelap kaca mata
berbingkai hitam miliknya yang tergeletak di atas meja kerjanya. Aku
mengalihkan pandang pada meja kerjanya yang sering kali menenggelamkannya pada
setumpuk kerjaan, tempatnya memonitor hasil kerja kesembilan karyawannya yang
semuanya adalah mahasiswa remaja lokal yang ahli di bidangnya masing-masing,
dan ‘rumah kedua’nya untuk menerima kunjungan kawan.
Pekerjaan Alvian setiap harinya menuntutnya bermain
di segala peran, baik menjadi public
relations, pelaku IT, hingga gamers
itu sendiri. Seluruhnya bukan serta-merta mengejar pemasukkan iklan yang jutaan
rupiah, tapi juga menyelesaikan persoalan komunikasi dan edukasi game yang sempat mengusiknya beberapa
tahun lalu. Itu membuat pekerjaan dan tim yang dimilikinya berbeda dengan
kompetitor lain yang bersaing bebas di MEA nantinya. Sebab, Alvian selalu
bilang pada diri sendiri dan kawan-kawan satu tim setiap harinya jika mereka
akan bekerja dengan hati.
Bagi Alvian, kunci utama untuk ‘menggembok’ MEA agar
tidak mengancam remaja, tidak cukup hanya dengan mendalami kreativitas, berpikir
beda, membenahi kesiapan dan meningkatkan kemampuan, tapi juga mengiringinya
dengan cinta. Maka, pastikan ide bisnis dan rencana kerja ke depannya adalah
hal yang disukai, itu akan membantu seseorang menghadapi kegagalan. Alvian
bersama INIGAME.ID pernah jatuh berkali-kali, mulai dari konsep awal INIGAME.ID yang kalah saat kompetisi business plan di kampus UMN, sulitnya
pendanaan di awal-awal, hingga kebingungan menentukan kanal-kanal berita game
yang harus dipublikasikan. Tapi, Alvian menyukai game, menyelaminya
bertahun-tahun, dan jatuh cinta padanya. Jatuh dan gagal adalah perkara bangkit
lagi. Bersaing di MEA adalah tentang berani bermain dengan kepala tegak.
Keyakinan dan kepercayaan pada impiannya, akhirnya berhasil membawa INIGAME.ID diinkubasi oleh Skystar
Ventures, salah satu inkubator dan tempat co-working
bisnis yang berlokasi di lantai dua belas Gedung C Kampus UMN.
“Kita punya amunisi-amunisi yang kuat untuk melawan MEA, mengapa harus mundur dan takut? Walaupun gagal, bukankah nantinya kita akan belajar dari pesaing kita agar lebih baik lagi? Kita hanya perlu sedikit optimisme untuk menggenggam MEA,” tambah Alvian, kali ini ia beranjak dari meja kerjanya, berjalan-jalan sejenak melepas penat yang menjerat. Lalu, lelaki kelahiran 9 April itu tersenyum padaku dan bercerita lagi dengan nada pelan berkaitan ‘amunisi-amunisi’ yang akan ditembakkannya pada MEA.
Tiap harinya, ia dan timnya tak pernah absen untuk
melakukan networking dengan key person
dari produsen dan perusahaan game. Selain
untuk membangun koneksi, juga sebagai kolaborasi. Hal ini berguna agar INIGAME.ID sebagai portal media game
online Indonesia, bisa menguasai titik-titik penting di pasar. Alvian juga
memastikan INIGAME.ID menyediakan versi dual
language, jadi tak hanya menyentuh konsumen lokal tapi juga luar. Lalu,
menyulap INIGAME.ID menjadi wadah
bagi remaja-remaja kreatif dari lokal untuk menjejaki pengalaman, mengasah
keterampilan, dan mencicipi dunia kerja. Terakhir, INIGAME.ID juga hadir sebagai tempat edukasi bagi remaja-remaja
yang tertarik di bidang game, dengan
harapan bisa mencetak anak muda siap kerja yang percaya diri dalam menembus
MEA.
Terkait banyaknya peran dan pekerjaan yang harus
dilakoni Alvian, hingga membuat waktu kerjanya meniti langit gelap malam,
Alvian tertawa kecil sebelum sempat menjawab,
“Jika raja tidak benar-benar memimpin, bagaimana ia bisa berharap orang-orang di bawahnya akan mengikutinya? Kamu tidak menjadi pemimpin karena kamu cerdas dalam segala hal dan bisa memerintah begitu saja, kamu berada di posisi pemimpin untuk bekerja lebih keras dibanding orang lainnya. Ini bagai game. Pilihannya ada dua, menunggu MEA datang dan menghancurkanmu begitu saja, atau menunggu MEA sembari menyiapkan plan A dan plan B. Kamu harus menerjangnya balik. Jika pasar bisa begitu terbuka mengobarkan perperangan padamu, kamu harus tertantang untuk mengalahkannya.”
Malam sudah habis memakan sore saat aku pamit dari
ruang kerja Alvian dan bersiap pulang. Aku melangkah bersama Alvian melewati
beberapa ruang kerja di Skystar Ventures yang penerangannya menyala. Aku pun diberitahu
jika tiap ruang kerja dengan nama label berbeda-beda, memiliki sejumlah remaja
yang tengah bekerja untuk impian-impiannya. Jadi, di Skystar Ventures yang
bertempat di gedung C Kampus UMN berarsitektur ‘telur’ itu, setiap harinya
berusaha melahirkan anak-anak remaja yang siap mengupas habis MEA.
Ada senyum yang membingkai bibirku. Kuucapkan pada
Alvian sebelum pisah pada pertemuan itu, jika ia, kisahnya dan kawan-kawan
remaja lainnya yang tengah sibuk mengolah mimpi-mimpinya, telah berhasil meyakinkan
dunia jika Indonesia akan menyambut MEA dengan tangan yang siap merebut
peluang. (*)
*tulisan ini keluar sebagai
juara kedua dalam lomba penulisan feature antar universitas tingkat pulau Jawa
pada ajang Communication Festival 2015, yang diselenggarakan UMN
0 Comments:
Post a Comment