Hai.
Di bayanganku, kamu sedang duduk di sebuah kafe kopi berkumpul dengan komunitas
atau rekan-rekan yang perlu kamu lobi – meraba-raba bagaimana permainan yang
tepat untuk menjadikan mereka jatuh cinta padamu – atau sekadar sedang
menggilir tawa dari bibirmu ke teman di bilik kerja di sampingmu, di hadapanku,
di seberangmu, tapi bukan di sini. Membuat reka tentang kamu dan kehadiran,
adalah hal terakhir yang melintas di kepalaku, karena rencana-rencana tentangmu
yang kurapikan dengan lamat-lamat bagai menyusun buku-buku favoritku, bagai
gelembung-gelembung balon yang pecah ketika disentuh; selembut apapun. Dan,
mengencanimu ialah perihal mencumbui peristiwa-peristiwa yang sudah lewat dan
berakhir jadi obituari ingatan, yang sepianya mengerikan karena sering kali kusam
dan buram.
Jadi, biarlah sampai di bagian ini, kita setujui jika kamu hanya hidup dalam khayal-khayal liarku dan cerita-cerita paling sederhanaku.
sumber foto: favim.com |
Hai.
Hari ini aku sedang membungkusi buku-buku pesanan yang kamu bilang kavernya
bagus dan sesuai dengan isi di dalamnya. Selain itu, aku juga menulisi satu
persatu pesan personalnya, aku menatap cukup lama pada tiap nama dan berupaya
membongkar ulang kenang yang pernah kurajut bersama dan menerjemahkannya pada
sepotong puisi yang teramat singkat – lalu aku sampai pada nama-nama lelaki,
aku teringat canda mereka yang mengirimiku pesan agar membuatnya manis, beri
mereka ciuman yang puisi. Dan, Al, aku menggenapinya. Kubuatkan kalimat-kalimat
kecil yang berkata ‘iya’ untuk sebuah lamaran yang paling romantis, dan
pernyataan-pernyataan cinta yang hening. Kamu tak tahu: aku menuliskannya
sembari mengbrak-abrik ingatan akanmu. Bisa kamu bayangkan, ketika
puisi-puisinya sampai di pangkuan lelaki-lelaki itu, dan mereka hendak mengecup
jejak-jejakku di sana, puisinya akan menolak dan berkata; ‘Aku memang di sini, dikirim oleh seorang perempuan untukmu, namun ini
hanya bagian dari tugasku. Ragaku bisa kamu sentuh tapi kamu tak akan
menggenggam jiwaku. Sebab sesungguhnya aku milik seseorang yang akan selalu
pulang padanya. Seseorang itu adalah lelaki yang menjadikanku lebih bernyawa
tiap perempuan penciptaku menulisku’.
Hai.
Jadi, sekarang – puisi-puisi tentangmu tergeletak, tersebar, tersimpan,
tercecer di mana-mana; di meja editor, di rak-rak toko buku seluruh Indonesia,
di kertas catatan berwarna kuning yang terselip di buku-buku pesanan, di balik
tangan-tangan lelaki yang mengira aku mencintai mereka, di atas selembar tisu
pada genggaman pelayan kafe dan restoran kecil (percayakah kamu jika kukatakan,
aku masih melakukannya, hanya saja kali ini aku tidak memotretnya lagi dan
mengirimkannya padamu. Aku hanya membiarkannya tertinggal di meja bersama
piring-piring makanan yang belum habis), di sepenggal adegan naskah skenario
kawanku, di robekan kertas yang tersemat di antara tuts-tuts piano (mungkin
kamu pernah menebak apa isi puisi yang kuselip di piano kampus yang tertutup
saat menjelan malam, dan tebakanmu benar, isinya adalah lagi-lagi pertanyaan
pulang dan rumah mengenai matamu. Bagian paling lucu dan konyolnya adalah aku
memikirkan akankah mungkin esoknya kamu bangun lebih pagi agar bisa
menjadi orang pertama yang menemukannya
dibanding orang asing), dan di surat-surat yang tak sampai padamu seperti ini.
Dan, yakinlah, puisi-puisi yang berserakan ke sana ke mari dan berantakan, akan
hidup mencari roh utuhnya yang adalah padamu.
Hai.
Apakah pekerjaanmu sudah selesai – atau justru semakin tidak menemui kata
kelar, karena terganggu oleh kedatangan suratku. Kalau begitu, kuakhiri bersama
sepotong maaf sampai di sini. Semoga saja, tawa yang bergilir di ruang kerjamu
belum berhenti dan kamu masih memeliharanya. Jangan pernah lupa tertawa barang
sehari pun – itu membantumu lebih ringan menantang dunia yang ingin kamu
rangkul sesuai impianmu. Dadaku akhir-akhir ini semakin sesak, terutama saat
malam melarut – mungkin karena terlalu banyak cerita yang berdesakan dan tak
pernah sempat didengarkan – dan
beruntungnya, surat-surat ini membantu terapiku. Tak perlu banyak kamu
pikirkan.
Hai. Anggap kita seperti ini; baik-baik saja.
0 Comments:
Post a Comment