Aku
tidak melingkari penanggalan dengan spidol merah, atau membuat catatan
pengingat di agenda ponsel untuk tanggal besok. Aku hanya mengetahuinya –
sekaligus menungguinya, diam-diam; tak kuberitahu orang-orang, mungkin kamu
juga tidak pernah menduganya. Ketika angka delapan merangkak naik dibantu jarum
jam yang berkejaran dengan tenggat-tenggat milik sebagian besar orang sejagat,
aku duduk berhadapan dengan layar kosong. Aku mengenakan senyum terbaikku,
seraya menulis; hanya dengan sedikit hal yang kukenali tentangmu.
Menulis membantuku memahami kamu yang tak orang lain tahu. Bagiku, itu salah satu cara paling baik menyelami seseorang selain dengan mencintainya.
sumber gambar: rawoncemore.com |
Kusiapkan
kue tart sederhana, dua lilin yang berbentuk angka usiamu di atasnya, dan
segenggam confetti, di kepalaku. Maka, dua jam lamanya kepalaku begitu sibuk –
antara menyusun ucapan dalam bentuk cerita yang semoga saja bisa kamu suka dan
menghangat tiap kamu mengingatnya, dan mengatur pesta kecil yang repot sendiri
di dalam kepala.
Tapi,
aku menyukainya. Menikmatinya. Ini seperti kamu melakukan hobi yang kamu
senangi dan kamu punya banyak waktu untuk itu. Atau ketika kamu mengikuti lomba
dan kamu tahu kamu bisa memenangkannya. Seperti saat kamu memahat waktu dalam
label momen bersama sahabat-sahabatmu dan kamu jadi diri sendiri.
Walau
aku tahu ini sudah cukup terlambat, tapi salah satu kegemaranku selain menulis
cerita dan membaca buku, adalah kamu. Kamu
favoritku. Ini memang bagian yang tak pernah kuceritakan; karena kupikir
masih banyak waktu yang membuatku bisa mengatakannya padamu setiap hari dengan
cara yang berbeda. Tapi aku tak pernah tahu, kesempatan bukan hanya tidak
datang dua kali, tapi juga bisa saja hanya ilusi – ia tak pernah benar-benar
datang, kecuali kita menciptakannya demikian, sedangkan kita tidak seyakin itu
untuk bisa menghadirkannya ada.
Dan, buku itu sudah lama ditutup. Ceritanya tidak terlalu bagus, hingga si pembaca tak ingin mengulang pembacaannya dan ingin segera menuntaskanya begitu saja. Tak perlu penasaran dengan ending-nya, biar ia yang membuat akhirnya sendiri: mengatupkannya sesegera mungkin.
Ketika
jarum jam sudah ringkih menuju jam tua, kukirimkan sekado himpun paragraf dan
rencana-rencana yang tak sampai di kepalaku, untukmu. Dan, aku menyanyikan lagu
yang diputar orang-orang yang sedang mengenang tanggal lahirnya. Kamu tak
mendengarnya, tapi setidaknya hadiah sederhanaku sampai padamu yang masih
terjaga karena sibuk menugas hingga pukul satu pagi.
Kejadian
itu, setahun lalu – tepat dengan tanggal dan jam yang sama saat aku menulis
ini. Tak banyak yang jauh berubah, selain tulisan-tulisan untukmu yang
kuputuskan untuk kusimpan sendiri, bersama kenang-kenang yang berusaha aku kubur
di belakang rumah.
Selamat
ulang tahun.
8 April 2016, 23.13 pm
0 Comments:
Post a Comment