Saturday, 25 June 2016

Yang Terlambat Sampai Padamu



Aku tidak melingkari penanggalan dengan spidol merah, atau membuat catatan pengingat di agenda ponsel untuk tanggal besok. Aku hanya mengetahuinya – sekaligus menungguinya, diam-diam; tak kuberitahu orang-orang, mungkin kamu juga tidak pernah menduganya. Ketika angka delapan merangkak naik dibantu jarum jam yang berkejaran dengan tenggat-tenggat milik sebagian besar orang sejagat, aku duduk berhadapan dengan layar kosong. Aku mengenakan senyum terbaikku, seraya menulis; hanya dengan sedikit hal yang kukenali tentangmu. 

Menulis membantuku memahami kamu yang tak orang lain tahu. Bagiku, itu salah satu cara paling baik menyelami seseorang selain dengan mencintainya. 
sumber gambar: rawoncemore.com

Kusiapkan kue tart sederhana, dua lilin yang berbentuk angka usiamu di atasnya, dan segenggam confetti, di kepalaku. Maka, dua jam lamanya kepalaku begitu sibuk – antara menyusun ucapan dalam bentuk cerita yang semoga saja bisa kamu suka dan menghangat tiap kamu mengingatnya, dan mengatur pesta kecil yang repot sendiri di dalam kepala.
Tapi, aku menyukainya. Menikmatinya. Ini seperti kamu melakukan hobi yang kamu senangi dan kamu punya banyak waktu untuk itu. Atau ketika kamu mengikuti lomba dan kamu tahu kamu bisa memenangkannya. Seperti saat kamu memahat waktu dalam label momen bersama sahabat-sahabatmu dan kamu jadi diri sendiri.
Walau aku tahu ini sudah cukup terlambat, tapi salah satu kegemaranku selain menulis cerita dan membaca buku, adalah kamu. Kamu favoritku. Ini memang bagian yang tak pernah kuceritakan; karena kupikir masih banyak waktu yang membuatku bisa mengatakannya padamu setiap hari dengan cara yang berbeda. Tapi aku tak pernah tahu, kesempatan bukan hanya tidak datang dua kali, tapi juga bisa saja hanya ilusi – ia tak pernah benar-benar datang, kecuali kita menciptakannya demikian, sedangkan kita tidak seyakin itu untuk bisa menghadirkannya ada. 

Dan, buku itu sudah lama ditutup. Ceritanya tidak terlalu bagus, hingga si pembaca tak ingin mengulang pembacaannya dan ingin segera menuntaskanya begitu saja. Tak perlu penasaran dengan ending-nya, biar ia yang membuat akhirnya sendiri: mengatupkannya sesegera mungkin.

Ketika jarum jam sudah ringkih menuju jam tua, kukirimkan sekado himpun paragraf dan rencana-rencana yang tak sampai di kepalaku, untukmu. Dan, aku menyanyikan lagu yang diputar orang-orang yang sedang mengenang tanggal lahirnya. Kamu tak mendengarnya, tapi setidaknya hadiah sederhanaku sampai padamu yang masih terjaga karena sibuk menugas hingga pukul satu pagi.
Kejadian itu, setahun lalu – tepat dengan tanggal dan jam yang sama saat aku menulis ini. Tak banyak yang jauh berubah, selain tulisan-tulisan untukmu yang kuputuskan untuk kusimpan sendiri, bersama kenang-kenang yang berusaha aku kubur di belakang rumah. 

Selamat ulang tahun.
8 April 2016, 23.13 pm

0 Comments:

Post a Comment