Kemarin
aku menemukan sajak yang kurang lebih membahas mengenai perasaan cinta pada apa
yang sebentar. Lalu aku teringat bagaimana siang dan malam digunting oleh senja
yang kamu sukai – itu juga sebentar. Sesaat saja. Sementara. Dan, karena itu,
aku belajar tiap sebentar punya tujuannya masing-masing. Ia membantuku
menerjemahkan arti selamanya. Tanpanya, konsep selamanya akan membosankan.
sumber gambar: sayable.net |
Aku
mengiyakannya, kalau dipikir-pikir lagi, memang benar. Untuk menguatkannya,
belakangan ini aku membuat daftar singkat tentang apa-apa yang sebentar, dan
aku mencintainya.
1. Senja yang kamu bilang; itu senja yang biasa saja, yang bisa kamu lihat dari matahari yang benam di balik atap rumahmu. Dan, kamu menolak senja itu adalah palsu dan yang asli sudah dipotong Sukab yang malang untuk Alina yang manis. Aku tidak terlalu peduli, yang terpenting, itu senja yang sebentar, yang kamu bilang.
2. Percakapan di dekat jendela besar sebuah rumah makan; kamu makan dengan lahap dan berdebat denganku tentang negara. Sebentar saja sebelum kamu mengantarku pulang tak kurang dari satu jam, dan sepanjang perjalanan yang macet, kuceritakan apa yang kuobrolkan dengan langit.
3. Cerita-cerita pendek yang habis dibaca sekali duduk, dan menemukan kamu menjelma jadi tokoh-tokoh di dalamnya.
4. Lagu-lagu picisan yang diputar di mobil-mobil yang sedang berada dalam perjalanan. Lantas berhenti ketika sudah sampai pada tujuan. Bagiku, itu seperti siasat kenangan.
5. Hujan yang mampir; berkatnya mampu menahanmu untuk tinggal sedikit lebih lama, dan mengingatkanku pada puisi-puisi remaja patah hati yang dadakan jadi pujangga
6. Istirahat beberapa menit. Tidur kurang dari tujuh jam.
7. Melirikmu dari seberang kaca jendela kantor.
8. Puisi yang dibaca sepotong-potong saat ada waktu luang
9. Aku dan kamu (ini adalah sebentar yang jadi favoritku)
Kupikir,
kehidupan ini juga sedemikian sebentar?
0 Comments:
Post a Comment