Saturday, 2 April 2016

Teori Kehilangan



Akhir-akhir ini, ia sering menemaniku bersama kesendirian. Jika kesendirian tempatnya di pojokan, kehilangan diam di kedalaman. Aku menjadikan keduanya teman – dan kehilangan kudaulat sebagai sahabat paling akrabku. Ia mengikutiku ke mana saja, terus-menerus, bahkan ketika aku sedang makan nasi goreng di pinggir jalan asing, mencoba potongan rambut baru, membeli kebahagiaan yang ditawarkan di toko-toko pusat perbelanjaan, sampai mencium lelaki pertama yang kutemui. Orang yang berdiri di seberangku berteriak entah apa – aku tak paham mengapa mereka tidak berbisik saja, padahal untuk aku yang menjadikan kesendirian dan kehilangan sebagai pasangan hidup, suara-suara lebih terdengar ketika datang bersama kesunyian. Yang sayup-sayup. Dan yang kupahami kemudian adalah, cinta memang terasa lebih hidup jika berkunjung dengan luka.
sumber gambar: vk.com
Baiklah, aku hanya ingin mengumumkan kepada semua orang; aku sudah menerima kehilangan sebagai sahabatku yang paling setia. 
Setelah berbelas bulan lamanya ia jadi musuh yang sembunyinya lewat puisi-puisi, akhirnya aku mendekatinya, mengajaknya berdamai, mengakhiri perang yang membuat lelah – atau, kalah. Jadi, kenalkan si sosok kehilangan di bagian dalam tubuhku. Kehilangan yang spesial, karena ia membawa ‘hilang’ yang sama sekali berbeda. Bukan sekadar kunci yang lupa ditaruh di mana, kacamata yang ketinggalan, atau benda-benda lainnya yang biasanya ada di tempatnya tapi entah jalan-jalan ke mana.
Karena itu, aku sering mengobrol banyak bersamanya agar ia tidak ngambek atau marah. Aku berusaha memelajari cara membuatnya nyaman dan memanjakannya. Kubiarkan ia mencium mataku yang terpejam, menempeli leherku, berseluncur di dadaku, dan melompat-lompati punggungku. Biasanya akan kumarahi, kubentak dan kupaksa pergi – tapi kali ini tidak. Aku ingin memahaminya. Aku ingin tahu seberapa istimewanya  hingga lelaki itu menghadiahkan padaku awal Februari lalu, dan memintaku menjaganya selamanya. Awalnya sulit untuk menyimpan dan memeliharanya – aku selalu memperlakukannya dengan kasar; menyiraminya kopi panas tiap ia muncul tanpa kenal musim, meninggalkannya begitu saja di halte bus yang sudah tak bernyawa, atau menyesatkannya di antara kerumunan banyak orang di dalam mall. Tapi, sia-sia. Si kehilangan terlalu banyak memiliki wajah dan suara yang kurindui. Dan, ia adalah pengingat jalan yang baik, ia selalu tahu arah pulang. Padaku. Karenanya,

 aku pun belajar mencintai kehilangan; yang sudah basah kuyup.

Teorinya begini: sebab, musuh akan lebih mudah kamu kendalikan ketika kamu menjadikannya sebagai teman dekatmu, sahabat karibmu. Kehilangan lebih mudah kamu ikhlaskan ketika kamu memberinya ruang dalam kehidupanmu sebagai bagian dari cerita dan kenanganmu.

Tulisan ini kukirimkan untuk Alberta Angela yang jam satu pagi ini mengatakan padaku, ia sudah kehilangan alasan untuk tinggal. Semoga kamu menyimpan tulisan ini, dan serentang peluk yang kuselip bersamanya. Kamu tidak sendiri, karena aku tengah menikmati kedamaianku bersama kehilangan. Kudoakan kamu juga demikian.
This entry was posted in

1 comment: