Kukira
ketabahan hujan bulan Juni benar-benar mengusikku. Sebab, ada
ketabahan-ketabahan lain yang menyerupainya atau mungkin lebih darinya, hanya
saja, mereka tidak pandai berpuisi.
sumber gambar: vi.sualize.us |
:
secangkir kopi hangat yang diaduk-aduk; berputar-putar – tak kunjung disesap si
pemesannya. Sementara pusaran kecil yang tercipta di tengah adukan, semakin
lama semakin membesar, mencipta lubang menganga yang lebar di pusat genangan
kopi dalam cangkir. Untuk menyimpan kenangan-kenangan yang menetes dari kedua
mata si pemesan, yang sembab oleh cairan hangat berwarna merah, berbau anyir
yang busuk. Dan, secangkir kopi itu masih menunggu seraya melontarkan
pertanyaan yang sama; kapan aku diteguk?
:
buku-buku yang berantakan di atas meja kerja dan belajar; yang tak kunjung
dibaca oleh si pembelinya. Katanya tak sempat, lantas menjemput mereka pulang
dari toko buku ke kamar, hanya untuk ditelanjangi sampulnya, diraba-raba
halamannya, dan dicium wanginya. Lalu, dionggok sedemikian lama. Namun,
buku-buku itu – yang pelan-pelan menua dengan menyepia – masih setia di sana.
Tidak beranjak atau berpindah. Sebab, kata mereka, selalu ada alasan mengapa
mereka dipilih di antara jejalan buku di rak. Mereka punya harapan, itu yang
mereka percaya; pembaca akan kembali mencintai mereka seperti pada pandang
pertama.
:
daun yang menguning dan bergantung begitu rapuhnya di dahan pohon; yang tak
kunjung dijatuhkan oleh angin. Ia sudah cukup dewasa untuk menemui pinangannya,
sebidang tanah. Tapi ia masih belum dibantu embus-embus atau sepoi angin yang
tiap hari lewat. Ada kebimbangan merajut perlahan di sana. Tentang sebatang
pohon yang belum rela melepaskannya, dan angin yang masih mau berbincang
dengannya sebelum ia benar-benar jadi milik tanah. Daun tidak memberontak, ia
biarkan dirinya mengering, dimakan musim, menunggu waktu yang tepat untuk
bertemu.
:
seekor anjing yang pergi ke tempat yang sama setiap harinya, berdiri di sisi
yang serupa selama kesehariannya; yang tak kunjung absen demi bisa melihat
majikannya menyambutnya, sekali lagi. Terlalu banya kemungkinan yang berkelebat
di benak si anjing; mulai dari ia dibuang, majikan yang meninggalkannya begitu
saja, ia salah tempat, tersesat, atau memang majikannya sudah tiada dan ia
tidak diajak ke surga. Barang kali tak satupun yang ia percaya selain bahwa
suatu waktu nanti ia pasti bisa menemukan majikannya lagi, sepulang kerja
sembari mengeles-elus dagu dan kepalanya, seperti dulu. Karenanya ia masih
menunggu; berubah jadi ketabahan yang membuatnya jadi patung.
Atau
yang terakhir,
:
seorang perempuan yang terus mencintaimu, yang selalu berjaga dalam kesedihan
dan kebahagiaanmu. Ia jugalah yang menggeletar dalam doa-doamu dan kau pun bisa
tentram karena merasa ada yang selalu menjagamu. Keduanya, tanpa pernah kamu
tahu. Juga sama, tetap ia yang selalu berbisik lembut di telingamu, hingga
seluruh kenangan menjadi hangat dalam ingatan, dan ketika kamu terisak menahan
tangis, ia merasuk ke dalam sesak dada dukamu hingga kamu memahami air matamu
jatuh bukan untuk sia-sia. Seluruhnya, tanpa pernah engkau menyadari. Bahwa
memang ada yang jauh lebih tabah dari hujan bulan Juni, lebih bijak, lebih
arif. Sebab ia selalu ada di kesedihan dan kebahagiaanmu, karena ia tak
henti-henti mencintaimu. Kamu hanya tak pernah tahu. Tak pernah menyadari.*
*judul dan paragraf terakhir dari
tulisan ini diambil dari puisi berjudul ‘Ada yang Lebih Tabah dari Hujan Bulan
Juni’ karya Agus Noor, yang dalam penulisannya kembali di sini, mengalami
sedikit perubahan dan pemangkasan olehku. Aku jatuh cinta berkali-kali dengan
puisi tersebut kemarin malam – sampai-sampai aku membacakan sepotong puisi itu
sendirian di kamar bersama alunan piano 'When The Love Falls', dan ibuku
mengetuk-ngetuk pintu bertanya jenis setan seperti apa yang merasukiku. Baru
kusadari belakangan ini, ada semacam upaya aku untuk membunuh diriku sendiri
dengan berhenti menulis selama berminggu-minggu. Dan, bermonolog sendiri
ditemani puisi-puisi yang berusaha menyelamatkan diri dari kesedihan seperti
ini, menjadi penghiburan yang cukup ampuh buatku. Mungkin, kalau kita bertemu suatu waktu nanti, akan kubacakan satu untukmu.
0 Comments:
Post a Comment