Apakah
kamu percaya kalau sesuatu yang kita ketahui masa lalunya dan harapan-harapan
yang disemat di dalamnya, membuatnya lebih berarti dan mengusik rasa
penasaranmu untuk menjelajahi (dan, kalau bisa, menelanjanginya) lebih liar?
Jika iya, mungkin kamu akan tertarik dengan cerita singkat di balik pencarian
jodoh ‘Bicara Cinta’ yang menemui tambatan hatinya di Penerbit BIP Kelompok Gramedia.
Awalnya
bermula dari sebuah poster online yang disebarkan fanpage Bhuana Ilmu Populer
tentang penerbit BIP yang sedang mencari naskah self improvement, temanya
beragam mulai dari remaja, cinta, persahabatan, keluarga, dan lain-lain. Aku
segera terpikir, jika buku hanya memiliki kumpulan (murni) kutipan saja,
mungkin kurang menarik. Lalu muncul ide di kepalaku mengemasnya dengan lebih
berwarna, sedikit sentuhan sastrawi, dan menyelipkan cerita-cerita mini yang
relevan di dalamnya. Aku teringat Alberta Angela – sahabat penaku, yang sering
berkhayal dan menerjemahkan imaji-imajinya dalam gambar. Aku menghubunginya.
Dan, tanpa tahu apa tantangan yang mungkin menunggu di depan, she said yes.
Aku
sempat menelepon redaksi penerbit sebelum mengajukan naskah, karena ragu naskah
yang konsepnya kolaborasi antara ilustrasi dan kutipan-kutipan akan diterima.
Ssst, saking deg-deg-annya menelepon penerbit, panggilan telepon pertamaku
salah sambung. Kala itu, aku menelepon lewat ponsel, di ruang baca di
perpustakaan kampus. Ketika sudah tersambung, aku menceritakan rencanaku
membuat naskah semacam ini, dan aku diminta untuk mengirimkan sample-nya segera. Setelahnya,
terjadilah ‘kesibukan dan kehebohan’ sendiri antara aku dan Alberta Angela.
Kita berdua memikirkan dan mempertimbangkan sembilan belas halaman awal sebagai
sample, dan halaman dengan cerita kecil/kutipan serta ilustrasi seperti apa
yang bisa menarik dan dilirik.
Lalu,
akhirnya jadi, kurang dari tujuh hari untuk menyelesaikan sample naskah.
Dikirim sekitar jam sepuluh malam. Kita menunggu hingga 10-14 hari lamanya,
hingga kabar itu mampir di layar ponselku dalam bentuk nomor asing. Dari editor
BIP. Aku menahan napas. Hal pertama yang kurasakan adalah aku berusaha menahan
diri agar tidak berteriak sembari loncat-locat di atas kasur. Sample naskah
diterima, dan aku diminta ke kantor
redaksi untuk membicarakannya lebih lanjut, seraya mengurusi kesepatakan dan
penandatanganan MoU.
Sesampaiku di Gedung Kompas Gramedia, aku menerima
sambutan sederhana yang menghangat – belum lagi editor-editornya yang tampak
merentangkan tangan seakan bilang; ini adalah keluarga. Aku menyukai lingkungan
dan atmosfer kebersamaan yang terasa ketika aku datang, bagai kembali ke rumah.
Dan, ini adalah sekelumit foto-foto saat aku berkunjung ke BIP membicarakan proyek naskah. Sekitar satu
setengah jam lebih, kami berbincang banyak hal.
Bareng tiga editor di kantor BIP; Kak Marina, Kak Sapto, dan Kak Leo. Aku disambut bagai bagian dari keluarga. |
Kangen mereka |
Ketika mereka bilang, this is the next big thing ...it feels like i love you.
Jadi,
sesungguhnya ini semua melewati proses yang cukup panjang sebelum aku dan
Alberta benar-benar mengheningkan diri untuk mengerjakan naskahnya. Sebelum
akhirnya naik cetak dan siap didistribusikan ke seluruh cabang toko buku
Gramedia di seluruh Indonesia. Sebelum akhirnya bisa sampai di pangkuanmu dan
dibaca oleh para pembaca. Sebelum akhirnya bisa membuatmu setidaknya tersenyum
kecil tiap membuka halamannya.
Terima
kasih,
...untuk
optimisme yang ditularkan, menjelma sahabat, dan saling menukar cerita. Kita
paham, cinta selalu mendapat porsi yang lebih banyak, lebih besar, sebab
sejatinya kita diisi olehnya.
0 Comments:
Post a Comment