Sunday, 27 March 2016

Memancing Ide bersama Putu Fajar Arcana



“Sebelum menulis cerpen, hendaknya kita tahu unsur-unsur yang ada di dalam sebuah cerita. Ia bagai alat dan senjata kita untuk mengisi cerita kita nantinya. Jadi, bisa tolong sebutkan, apa saja unsur yang dibutuhkan untuk membangun cerpen?” buka Putu Fajar Arcana, atau yang lebih akrab dipanggil Bli Can, pada workshop Cerpen Kompas untuk mahasiswa, di Kompas Corner, Universitas Multimedia Nusantara, Kamis (24/3) lalu. Kebetulan, aku berkesempatan mengikuti ‘kuliah’ bernas dari Bli tentang teknik dan elemen-elemen dalam menghidupkan sebuah cerita pendek, yang dikupas satu persatu mulai dari ‘karakter/tokoh’ hingga ‘pesan’ dalam sebuah cerpen. Namun, dari materi teknis yang disampaikan, sesi paling menariknya adalah saat Bli mengajak para peserta termasuk aku, untuk praktek langsung memancing ide. “Dari semua unsur cerpen, yang paling penting dan mengawali sebuah tulisan dan penulis untuk bergerak, pastilah ide. Kalau begitu, ayo kita pancing si ide ini.”
Cara membungkus pesan agar menyentuh: jangan sentuh otaknya tapi perasaannya. Kemudian mainkan konfliknya. 
Foto diambil dari instagram @kompascorner
‘Memancing’ Ide
Kalau Mas Agus Noor punya ‘teknik tiga kata’ untuk mengundang ide yang unik agar datang, Bli Can punya cara yang lain. Para peserta diminta memilih satu teman sebagai partner. Lalu, partner-nya ini akan mengucapkan satu kata, dan si peserta memikirkan satu kata lainnya yang berhubungan dengan kata yang sudah diucapkan partnernya. Misalkan, kata pertama yang diucapkan partner adalah ‘dompet’, maka si peserta mengekorinya dengan menyebut kata ‘uang’, begitu seterusnya sampai keduanya mendapat ide cerita dari rangkaian kata yang diucapkan.
“Ide cerita bisa muncul dari kata-kata yang kalian ucapkan, yang punya kaitannya satu sama lain, dan memiliki keterhubungan paling dekat. Ini adalah cara paling dasar untuk memancing ide agar muncul,” ujar Bli, yang sore itu mengenakan topi fedora hitam.
Para peserta pun antusias mengikuti, beragam ide cerita dengan subur muncul, mulai dari yang bertemakan urban hingga agraria. Aku sendiri belum pernah mencoba teknik ini – dan baru sekali mencobanya saat workshop tersebut. Dan, kata pertama yang kulempar adalah ‘kenangan’, yang ujungnya memunculkan ide cerita tentang seorang lelaki yang ‘menembak’ bintang di langit, dan si bintang pun jatuh, menjelma seorang perempuan cantik yang hidup dari kenangan-kenangan menyakitkan si lelaki. Teknik yang menarik, kita bisa coba melakukannya bersama teman atau pasangan, mengasah kreativitas menguntai kata, kepekaan kita terhadap kata-kata yang muncul, hingga ketajaman mengumpan ide.
Menulis sebagai Cara Memahami Manusia
Selain menguraikan cara-cara mendapatkan ide, Bli Can juga berkali-kali menekankan dan mengajak mahasiswa untuk rajin menulis. Tak hanya menulis saat ada tugas membuat laporan dan skripsi saja, tapi kapan saja dan di mana saja. Jangan biarkan budaya menulis digeser hanya karena tren mengambil gambar. 
"Budaya tutur makin luntur," ujar Bli Can. Foto diambil dari instagram @kompascorner
“Menulis membantu kita berpikir secara struktural, karena menulis membutuhkan tahapan dan runtutan yang memaksan otak kita menyusunnya agar enak dibaca. Dan, tulisan yang akhirnya menjadi sebuah karya sastra, bisa membawa kita agar lebih memahami manusia. Menulis dan sastra adalah cara untuk menyentuh manusia. Kita bisa membaca dan mencerna apa yang diperjuangkan lewat apa yang ditulis oleh seseorang,” ujar Bli Can seraya memindai pandangan pada para peserta yang antusias mendengar.
Pada kesempatan yang sama pula, Bli mengungkapkan alasan mengapa karya-karya sastra terdahulu terasa lebih ‘matang’ dibanding yang sekarang, karena pada era dulu belum ditemukan komputer yang memudahkan kita semua mengedit tulisan yang sama dengan mudah. Penulis-penulis era dahulu, memanfaatkan mesin tik, yang notabene tidak bisa menyunting tulisan secanggih komputer/laptop. Namun, dengan begitu, para penulis jadi memikirkan secara betul-betul tiap kalimat yang akan ditulisnya. Istilahnya, mematangkan dan mengendapkannya hingga masak-masak di dalam kepala sebelum diketik di mesin tik. Jadi, berbeda dengan zaman sekarang dan seluruh kemudahannya, harusnya kita lebih rajin berlatih menulis. Mengutak-atik kata, hingga benar-benar pas.
Tips ‘Menembus’ Kompas
Mungkin ini adalah bagian yang paling ditunggu: tips-tips agar cerpen yang ditulis bisa menembus KOMPAS. Bli Can menguraikannya menjadi beberapa poin penting yang harus dipertimbangkan oleh para cerpenis, sebelum mengirimkan karyanya, sebagai berikut:

  • Buatlah pembukaan cerita yang rapat, padat, dan menyentak. Usahakan pula menjadi ancang-ancang dari sebuah kisahan yang perlu diketahui pembaca 
  • Sangat tabu hukumnya melakukan kesalahan penulisan kata pada pembukaan 
  • Sedapat mungkin tidak menggunakan alur yang linier, sehingga menantang imajinasi pembaca 
  • Sangat disukai karya-karya yang dikisahkan dengan cara spesifik, menggunakan bahasa yang segar, lincah, bernas, bahkan bukan tidak mungkin juga untuk melakukan ‘pembaruan’ dalam Bahasa Indonesia 
  • Redaktur sangat memerhatikan karya-karya yang menyusur tradisi untuk menemukan kearifan lokal dan mengisahkannya dengan teknik yang menantang rasa ingin tahu 
  • Redaktur tidak mengutamakan salah satu jenis karya, semua karya dari senior maupun junior punya kesempatan yang sama 
  • Karya harus ditulis dalam 10.000 karakter dengan spasi (cws) disertai CV dan alamat kontak yang bisa dihubungi 
  • Jika dalam waktu 3 bulan tidak ada kabar dari redaksi, silakan menarik karya dengan sebelumnya mengirim pemberitahuan
Bli Can, aku, dan buku Gandamayu + Drupadi

Pesan terakhir Bli Can sebelum menutup workshop sore itu, “Seni sastra adalah seni yang menghargai bahasa, jadi kalau mau menulis, terlebih lagi mengirimkan tulisan tersebut ke media, jangan sampai ada salah pengetikan atau ejaan. Apalagi di kalimat pertama dan paragraf pembuka. Kita harus menghargai tiap kata yang kita tulis dan gunakan. Satu lagi, mahasiswa juga selalu punya peluang besar untuk cerpennya masuk KOMPAS, contohnya saja Faisal Oddang, ia adalah penulis muda, yang masih mahasiswa ketika mengirimkan karya pertamanya yang dimuat di KOMPAS.”


This entry was posted in

1 comment:

  1. Great post!! Can't wait for your next one <3<3

    hey, visit mine too, would you? Thanks!
    http://www.chippeido.co.vu

    ReplyDelete