Thursday, 10 March 2016

Fakta-fakta yang Harus Kamu Tahu Seputar Buku 'Bicara Cinta' (2)

Ini postingan lanjutan dari fakta-fakta terkait 'Bicara Cinta' yang diunggah kemarin. Sengaja kubagi menjadi dua, agar tidak terlalu panjang (dan, biar lebih penasaran, hihi). Berikut ke-enam fakta lainnya, semoga menginspirasi!

6. Beberapa Quote Ditulis di atas Kertas Kalender Harian yang Bekas
Kamu tahu kertas-kertas kalander harian? Yang tiap hari kamu sobek dan kamu buang untuk membungkus sisa makanan kemarin, untuk coret-coretan tidak jelas, atau untuk diremas jadi bola-bola kertas. Intinya satu: perannya tidak penting lagi saat tanggalnya sudah lewat. Berbeda denganku, aku justru memungutnya dan mengumpulkannya – katakan aku memang tidak ada kerjaan. Aku suka sekali memakai sisi belakangnya yang kosong untuk menulis coretan kasar quote-ku sebelum diketik dan dikirim. 
 
ini kertas kalender harian yang jadi 'bank ide' dadakan-ku, yang sempat bikin pusing karena hilang
 Pernah suatu hari aku sedang asyik makan malam, dan beberapa potong kalimat muncul di kepalaku – kuakui, aku jarang sekali berfokus pada makanan di depan mejaku, karena pikiranku lebih suka melalang buana ke mana-mana setiap detiknya – aku tak mungkin berhenti makan dan membuka laptop untuk mengetik. Buku catatanku ada di kamar dan aku malas mengambilnya. Aku pun menyobek kalender harian yang kira-kira sudah tiga hari tidak diperbarui (baca: disobek), dan mulai menulis di sisi belakangnya dengan bolpoin biru. Setelahnya aku kembali makan dan aku lupa meletakkannya di mana. Alhasil sepanjang malam aku mengobrak-abrik seiis rumah mencari si kertas kalender harian yang maha penting buatku – dan kutemukan tersemat di laptop yang sedang menutup, entah bagaimana ceritanya bisa ada di sana.

7. Ilustrasi yang Dibuat Di atas kertas HVS yang Dibagi Jadi 4 Bagian
Ini cerita dari illustratorku – si manis Alberta Angela. Ia mengaku, tidak menggambar di atas kertas A4 atau HVS full, melainkan di atas kertas putih kosong HVS yang sudah dipotongnya jadi empat bagian, lalu diolah lagi nantinya di Adobe. Ssst, dan beberapa di antaranya digambar dengan coretan pulpen ketika sedang bosan di kelas. 
salah satu sketsa awal yang digambar Alberta Angela
 8. Penulis dan Ilustrator Tak Pernah Sekalipun Bertemu (Long Distance Friendship)
Mungkin ini bagian yang paling menariknya: kita berdua tidak pernah sekalipun bertemu. Dan kenyataan lainnya yang lebih mengejutkan: bahkan sampai proyek ini dinyatakan diterima penerbit dan siap dikejar pengerjaannya, kita tidak pernah saling telepon-menelepon. Kita berkenalan kira-kira lima atau enam tahun yang lalu via Plurk (benar, Plurk, bukan Facebook, Twitter, Path dsb-nya). Dari Plurk, kita saling mengunjungi blog masing-masing, memahami tulisan dan gambar yang saling bercengrama dan membuat kisahnya sendiri.
Kita benar-benar menjadi sahabat pena semenjak itu, kita saling menukar kado natal, kartu ucapan dan surat bertulisan-tangan langsung. Kita menggoreng telur bersama di masing-masing rumah. Dan tulisan pertamaku untuk melukiskan Alberta, berjudul ‘Menjadi temanmu adalah indah’, yang kali ini ingin kuganti jadi ‘menjadi sahabatmu adalah indah’. Kita percaya, tak ada yang kebetulan, Tuhan telah membuat skenario perkenalan kita dengan begitu misterius dan istimewa.
Dan, fakta lainnya, sesungguhnya kolaborasi Aan Mansyur dan Muhammad Taufik dalam buku puisinya yang berilustrasi pun, antara penulis dan ilustrator belum perneh bertemu. Mereka baru bertemu di acara perilisan buku kolaborasi mereka – seni telah menyatukan mereka. Begitu juga aku dan Alberta.
9. Sebagian Besar Kegiatan Mengilustrasi Dikerjakan di Loteng, dan Menulis Dilakukan di Ruang Tamu Berpenerangan Redup
Pada lembar profil kita berdua di halaman terakhir buku, diceritakan sedikit tentang bagaimana kebiasaanku menulis dan kelakuan Alberta ketika menggambar (mengingatnya membuatku tertawa, karena kita sepasang sahabat pena yang absurd). Aku punya kesulitan yang aneh ketika menulis di pagi atau siang hari, katakanlah aku adalah makhluk malam – yang bergairah ketika matahari mati sementara, karenanya aku begitu aktif menulis menjelang senja menuju malam yang memanjat larut di bawah lampu remang yang redup (saat seperti ini, aku biasanya menulis di kertas, bukan laptop). Sedangkan Alberta, membawa laptopnya ke loteng – mungkin juga dengan camilan dan sate kesukaannya, lalu menggambar seenaknya di sana. Lalu, sering kali kita berusaha menggalaukan diri sendiri (bahasa kerennya: membangun feel) sebelum mulai ‘menyerang’ kertas kosong.
Begitulah cara kita menelurkan Bicara Cinta. – jadi, bisa lupakan soal menulis di atas pasir putih di sebuah pantai yang romantis atau melukis di perbukitan yang menantang.
10. Kemasan ‘Special Order’ : Dari Kertas Putih Kalender Berpita sampai Amplop Cokelat
Seharusnya. Harusnya, special order yang kita buat – yang berhadiah kalender eksklusif Gramedia, tanda-tangan, kartu pos Bicara Cinta, dan layanan custom pesan – dibungkus dan dikemas dengan kalender putih yang diikat pita merah. Kesan yang ingin diciptakan adalah manis, langsung dari sentuhan tangan kita berdua. Tapi, nyatanya yang mendapat bagian mengurusi packaging adalah aku – yang sebenarnya, cukup (atau sangat) kurang terampil dalam hal membungkusi kado. Setelah kucoba satu dan dua buku kubungkus, dan kueratkan dengan pita, lalu hasilnya: tempelan selotip di sekujur sisi kertas, dan bentuknya sungguh mengerikan – jauh dari bentuk kotak yang diharapkan, akhirnya diputuskan dikemas ke dalam amplop cokelat yang memang sudah rapi dari dasarnya. Ah, bagaimanapun hatiku tetap terikat sebagai pita di tiap pesanannya kok (baiklah, ini alibi yang tidak mempan).
Satu lagi, ada beberapa pemesan yang aku sendiri datang ke rumahnya, menjelma kurir mendadak untuk mengirimkan bukunya loh.
11. Penafsiran Bebas
Buat yang penasaran dan bertanya, sebenarnya gambar yang lahir terlebih dulu baru kutuliskan quote-nya ataukah sebaliknya – aku membuat quotenya lalu melemparnya kepada Alberta untuk diilustrasi? Jawabannya adalah kita melakukan keduanya. Aku katakan pada Alberta, jangan terikat oleh tulisanku – bebaskanlah dirimu. Dan, aku juga demikian dalam menginterpretasi gambar-gambar Alberta. Kita bebas menafsirkan. Siapa saja di antara kita yang mendapat ide atau inspirasi – yang datangnya suka sekali kurang ajak, karena tiba-tiba – boleh segera mengirim ke masing-masing untuk ditafsirkan menjadi tulisan maupun gambar-gambar.

3 comments:

  1. Bicara Cinta?

    hm..

    Selalu menarik jika kita semua mulai membahasnya.
    Bukan hanya karena CINTA itu indah.
    Tapi juga CINTA bukanlah hal yang bisa di tebak atau bisa di bilang misterius. Karena, setiap orang punya imajinasi yang berbeda tentang CINTA dan bahkan, kadang tidak bisa di jelaskan hanya dengan kata-kata.


    Saya doakan buku BICARA CINTA akan laris.
    Amin :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai, Chen Wang!
      Terima kasih sudah mengikuti post-post behind the scene buku 'Bicara Cinta'. Iyap, sebab setiap orang punya cerita sendiri terkait sepotong rasa yang dinamai cinta. Dan, ia adalah rasa yang tak melulu berbicara soal kekasih.
      Sadhu. Sudah punyakah bukunya? Jangan lupa dijemput bukunya dari toko buku ke rumahmu, hihi.

      Delete
  2. Hai juga Veronica Gabriella :)


    "Dan, ia adalah rasa yang tak melulu berbicara soal kekasih"
    Wow..
    Kata-kata kamu yang ini membuat saya terdiam beberapa menit. Kata-kata kamu membuat saya sadar bahwa banyak orang dan sekaligus saya, akan berpikir tentang kekasih kalau mendengarkan kata cinta. Sampai saya dan banyak orang ini lupa, bahwa cinta bukan hanya tentang kekasih tapi juga orang yang berada di sekitar kita. Seperti keluarga atau para sahabat.
    Makasih :)


    Belum nih,saya sebenarnya sedikit ragu buku kamu ada di jual di kota tempat saya tinggal atau tidak.
    Soalnya di kota tempat saya tinggal tidak ada Gramedia.
    Tapi saya akan mencoba untuk mencarinya :)

    ReplyDelete