Aku tidak benar-benar tahu bagaimana
cara menikmati kenangan. Paling manis sekalipun, ketika ia menyandang
‘kenangan’, itu berarti seonggok waktu yang sudah berlalu – dan sifatnya bisa
mati kapan saja, jika tidak kamu jaga lewat ingatan dan berbekal-bekal rindu
yang menjadi tiket kembali padanya. Terlebih ketika sepenggal masa lalu yang
pernah kamu lalui dan berharap itu akan berbuah manis, nyatanya hanyalah
seruang sunyi yang utuhnya adalah hampa. Karena saat mereka berkata; ‘setelah
ini, kita akan kembali bertemu dan mengulang apa yang menjadi alasan kita
tertawa’, kerap hanya tergantung di udara, lagi-lagi sebagai bagian dari
selaksa kenang yang tinggal kenang. Sebegitu mengerikannya kenangan, karena tak
hanya kejamnya yang mampu mengajak ruang pikir dan hati berkelana hingga
menjadi usang, ia bagai kisah mati tak bernisan. Karena tanpa nisan, setiap orang
punya tafsir sendiri tentangnya – bahkan pilihan untuk menyimpannya atau
biarkan saja, sebab tidak jelas dimiliki siapa dan untuk apa; mungkin hanya
sebagai cerita yang diagungkan suatu hari, jejak luka agar tak berdarah untuk
kedua kali, atau memang hanya sesuatu untuk ditinggal di belakang.
Tapi, aku tetap saja memeliharanya.
Dan, selalu saja datang orang-orang yang menjajakan kenangan – padaku, setiap
harinya, dengan cara yang tak pernah aku tahu. Seperti lewat seorang kawan jauh
yang tiba-tiba mengirimimu pesan singkat sekadar berucap; aku rindu. Dengan
sekelompok sahabat yang sibuk kerja dan meluangkan satu hari waktunya untuk
jalan bersamamu. Melalui ibu yang membongkar gudang untuk menemukan buku
dongeng masa kecilmu, atau ayah yang mengajakmu berkeliling kompleks perumahan
tempatmu dulu bermain sepeda. Pada seseorang yang awalnya menjadi paling asing
di matamu, tapi tiba-tiba menjadi penting di bagian hari-harimu; karena ia
lebih sekadar hadir memberi angan, tapi juga warna lain akan kenang. Kamu dan
aku bisa melihat, bagaimana kenangan bekerja pada orang-orang dan berusaha
menyentuhmu – bahkan walau lewat luka, seperti bayang masa lalu yang menjelma
hantu di mimpi burukmu - sesungguhnya kenang hanya ingin berbisik; aku ada
berteman akrab dengan pisah dan karib terhadap rindu, untuk sekadar menjelaskan
sebegitu berharganya sebuah pertemuan dan hangat yang memeluk di dalamnya. Akhirnya, cara paling paling mencintai kenangan adalah mengenangnya.
*tulisan
sangat sederhana ini untuk seseorang yang akan segera lelap, dan semoga kenangan terbaik memeluk
mimpi-mimpinya malam ini. Serta, ia juga yang berkata kenangan tentang aku
dengannya adalah hal-hal yang singkat, tapi, lewat ini ingin kusampaikan, yang
singkat itu semakin berpangkat dan kerap tak letih melompat-lompat. Itu
menjerat.
*juga
untuk kawanku yang tengah berulang-tahun hari ini, lewatnya, aku sering
teringat senyum yang diiringi lengking suara ceria.
*kepada
mereka yang pernah singgah dalam kehidupanku, siapa saja, dan pernah kukirimi
rindu, aku mengekalkan mereka dalam kenangku.
0 Comments:
Post a Comment