Siang itu kita hanya berbekal kita
bertiga. Langit sore runtuh begitu saja di atas masing-masing kepala. Tak ada
rencana yang benar-benar harus digenapkan, kecuali kita bertemu karena janji
spontan dan keinginan mendengar kabar. Lalu, salah seorang di antara kita
menyela, “…apakah harus ada alasan bagi kita untuk bertemu? Jika memang
diwajibkan iya, mungkin kita bisa menjawab dengan teramat sederhana; rindu”.
Kita bertaruh tawa, menukar canda, dan berbagi bahagia – kali itu aku ingat,
hanya dengan rangkaian acara berfoto ria bersama, membeli mie ayam, dan rujak
yang katanya jadi rekomendasi paling enak satu kompleks perumahan. Ketika kita
akan memutuskan untuk pulang dan saling berbagi sampai jumpa, kubisikkan satu
tanda tanya; mungkinkah kita mengulang semuanya sama lagi?
"...kamu sangat berarti, istimewa di hati. Jika tua nanti dan kita telah hidup masing-masing, ingatlah hari ini." - Project Pop |
Sore itu kita hanya berbekal kita
bertiga. Langit malam jatuh begitu saja di atas masing-masing kepala. Kali ini
setelah berpuluh-puluh pesan singkat untuk menyamakan jadwal dan
kesibukkan-kesibukkan yang tak pernah menuai usai, kita bertemu. Tepatnya
ketika memutuskan untuk mengambil jeda kerja, berusaha mempercepat waktu
pulang, dan menyelesaikan urusan – kita pun bertatap muka, menukar lagi senyum
yang sama. Ketika itu, kita bertiga ingat; ada segerombolan wanita dan pria
paruh baya yang mengambil duduk tepat di sebelah bangku kita pada sebuah
restoran. Nyatanya mereka tengah merayakan ulang tahun salah seorang temannya.
Ada juga di antara mereka yang sudah membawa pasangan masing-masing, bahkan
sedang mengandung. Ada persahabatan yang terderai di tengah tawa dan nyanyian
mereka – yang mengental setelah sekian lama terjalin, terangkai, teruntai lalu
menjadi kenang yang puncaknya adalah rindu dalam temu – begitu indah. Dengan
haru yang menggantung di bilik hati, kubisikkan satu tanda tanya; akankah kita
nantinya seperti itu, membawa kenangan agar terjadi hari ini dan utuh kembali?
Kita hanya punya kita bertiga – kita
dijaga hanya oleh kenangan yang kapan-kapan saja bisa merapuh dan melapuk
dengan mudahnya. Bahkan kita lebih banyak dibungkam oleh diam yang menjahit
sepotong bibir yang bergetar oleh gigil ragu – kita sadar segalanya tak pernah
pasti, kemungkinan berpaling atau menyelip lupa itu bisa terjadi dan kita tak
ingin menyalahi untuk hal seperti itu yang bisa saja meniti. Akhirnya kita
tetap berkumpul, namun ada yang berbeda kali ini. Kita saling menautkan jari
jemari masing-masing sembari berbisik satu sama lain; “…tak peduli apa yang di
depan menanti, yang penting adalah ingatlah kembali hari ini.”
Aku menangis.
ini secara khusus kupersembahkan pada sahabat-sahabatku; Desy Herawaty Susanto dan Richky Deskiawan. percayalah, apapun yang terjadi, aku mencintai kalian.
0 Comments:
Post a Comment