Tuesday, 9 June 2015

Sepasang Perempuan yang Bercerita Tentang Kisah-kisah Luka


Saat kubilang sepasang perempuan; itu berarti sahabat jauhku dan aku – kita kopi darat berkali-kali, dan itu kerap terjadi menjelang malam melarut. Dan, tempatnya bukan di klub dengan bergelas minuman berwarna ditemani lelaki tampan alpha male yang ditemui di bar, kafe bersama tampilan band indie, pesta di lobi hotel atau kolam renang, melainkan sederhana; di ruang kamar berpendingin, dan menggoreng telur mata sapi, atau sesekali kita memasak indomie. Semudah itu untuk tersenyum di tengah udara malam nan dingin yang melayap ke mana-mana dan seindah itu untuk bahagia di antara kantuk yang sesekali menyerang. Kita saling mengambil duduk, dan cerita-cerita tentang bagaimana cinta memainkan luka pun berkelindan. Meningkahi hati yang diam-diam mencoba memahami bagaimana ia masih membuat diri bertahan pada orang yang hari-harinya menjadi alasan kita menuai luka. 
 “…aku rasa kita berdua pernah mendengar salah satu lagu country* yang bilang, lebih baik ia terluka daripada tidak merasakan apa-apa sama sekali. Itu benar. Lelaki itu seperti datang ke hadapanku, berdiri dengan tegasnya berkata aku sudah tak ada apa-apanya lagi di matanya. Dan pergi menjauh dariku adalah hal pertama yang akan dilakukannya. Lalu, aku masih di sini dengan segala kebodohanku bilang padamu; aku bahkan tetap menyimpan segudang cara mencintainya, yang berhasil membuatku tak bisa beranjak darinya hingga saat ini.”
Aku memainkan ujung rambutku – tak ada yang bisa kulakukan kecuali memakan habis ceritanya, dan akhirnya menangisi luka yang kita bebani bersama. Ini hanya terlalu nyeri, mengetahui seseorang yang mengucapkan selamat tinggal padamu, adalah orang yang dulunya pernah bilang kamu satu-satunya di hatinya. Hati tak pernah salah, begitu pula Tuhan. Mungkin pena takdir yang bergeser tiba-tiba, membuat gempa kecil mendadak – yang menyisakan retak, pertanda pisah adalah cara lain menemukan sejatinya cinta.
“…sampai akhirnya aku menemukan satu hal, mungkin alasan mengapa kita tidak bisa meninggalkan orang yang membuat kita terluka adalah karena ia juga orang yang sama yang membuatmu bahagia.” Lalu, kisahnya usai. Namun aku tahu, tidak berhenti. Kita saling memahami diam berarti suara yang berkisah dengan bahasa lain. Ketika ia menyinggung barang sejenak tentang lirik lagu, aku jadi ingat salah satu pelagu* yang bagiku ia lebih seperti pemuisi yang bermusik – karena lirik-liriknya tak hanya bercerita, tapi juga memiliki nafas tubuh puisi – yang mengatakan di salah satu lagunya, jika tak apa seseorang yang dicintainya melukainya, yang terpenting orang itu menunggunya pulang ke rumah terlebih dulu. Aku sampai pada satu pemahaman, jika kita tak hanya lebih memilih luka dibanding meninggalkan cinta. Tapi, bukankah luka-luka itu membuatmu hidup? Mereka juga yang pada akhir cerita, menuntunmu pada putri sepatu kaca dan pangeran berkuda.
“…tak tahu cerita yang mana, hanya saja aku tengah menunggu. Terkadang itu menyiksa, tapi aku menikmatinya. Itu caramu berjuang, membuatmu memahami apa itu setia. Kamu akan belajar bagaimana memperlakukan rindu dan cinta lebih bijaksana.”
Sahabat jauhku – yang padanya aku mengagumi manik mata hitamnya yang mengilat ketika dijepret menjadi lembar foto, dan beningnya membuatku ingin bercermin di sana selamanya – tersenyum padaku, ia beringsut ke dekatku dan berbisik; menunggu seseorang itu pekerjaan hati. Kamu bisa tahu apakah orang itu layak ditunggu atau diperjuangkan, ketika kamu mengetahui ia menjadi salah satu alasanmu tersenyum dan bahagia.
Dan malam itu, kita menjelmakan rangkulan jadi pelukan erat yang baru usai saat subuh bertandang. Kita memulai janji jika luka tidak membuatmu semakin runtuh, itu mengingatkan hatimu hidup. Satu lagi, yang terpenting, luka yang paling dalam adalah yang menunjukkan bahwa cintamu mendalam. Karena itu, hatimu pernah dan selamanya jadi yang istimewa. Kita pun saling menukar cinta.
Kepada Alberta Angela – sahabat jauh yang kupanggil Alaya; perempuan yang berbagi hal-hal manis. Itu obrolan singkat yang meninggalkan makna selamanya. Aku selalu menanti pertemuan kita dan mengekalkannya jadi kenang hingga pukul satu pagi.

*dua lagu yang dibicarakan di sini adalah lirik lagu Ed Sheeran dan Lady Antebellum. 

0 Comments:

Post a Comment