Saturday, 2 May 2015

Turns Lemon into Lemonade


Pada suatu siang, ketika aku tengah berada di ruang tunggu, gunungan majalah remaja teronggok di sebelah bangku tempat aku menanti dengan gelisah. Aku menyambar salah satu majalah dengan asal, yang kuingat adalah kaver majalah tersebut menampilkan potret artis luar yang terkenal. Profilnya diulas dengan ‘wah’, tapi ada satu bagian yang membuatku berhenti barang sejenak. Itu bukan cerita tentang bagaimana ia tenar dan karya-karyanya yang mendapat penghargaan. Tapi mengenai ia yang sering kali jatuh cinta pada banyak hal, lalu berakhir membiru. Namun itu tak membuatnya berhenti mencintai, karena, “…when you ever put your heart into something, you’re special.”
Aku belajar banyak hal, salah satunya adalah luka tidak membuatmu meninggalkan cinta. Hal itu justru membuatmu tahu, cinta butuh perjuangan dalam perjalanannya dan penghargaan ketika memilikinya. Luka yang membuat cinta terasa istimewa untuk dirawat, kamu membutuhkan luka untuk mengetahui apakah cinta itu layak bertahan atau tidak. Sudahkah kamu mencinta – siapapun, apapun, dimanapun, kapanpun, bagaimanapun – hari ini?
Pada kesempatan yang berbeda, tapi siang yang terasa sama sederhananya, aku duduk di beranda rumah dengan majalah lainnya yang tersaji di meja bacaku; aku menyambarnya dan membuka halamannya dengan asal. Sampai aku berhenti di judul ‘from bitter to better’. Itu adalah kumpulan kisah mengenai bintang redup yang dicaci-maki, akhirnya membuktikan kemampuannya yang mampu menyulap butir-butir buah lemon biasa menjadi jus lemon paling nikmat se-angkasa. Biar kurangkum kisahnya seperti ini; tentang seseorang yang terlahir disleksia, yang ditindas pada grup permainannya di sekolah. Tentang seorang penderita diabetes yang membuatnya memiliki keterbatasan dalam ruang gerak. Tentang seseorang yang terlahir di keluarga broken home dan mengalami penekanan dari teman-temannya hingga masuk panti rehab. Tentang seseorang yang diolok-olok karena orientasi seksualnya yang berbeda. Namun, kisah tentang-tentang itu berakhir bahagia; mereka mampu mengubah kelamnya kenangan menjadi dorongan, menjelmakan ejekan jadi kekuatan, menjadikan kesedihan sebagai perjuangan. Dan, akhirnya mereka membagikan cinta; mengupayakan diri lebih baik lagi, lalu membangun rumah-rumah yang melindungi dan merangkul mereka yang lebam oleh pandangan sekitar.
Aku belajar banyak hal, salah satunya adalah kamu tidak pernah aneh, gila, atau berbeda seperti yang mereka bilang saat melempar batu dan tertawa di depanmu. Kamu hanya unik. Dan, biasanya yang unik adalah yang berbeda dari lainnya dan sulit dipahami, namun bernilai tinggi – layaknya lukisan. Kamu adalah ‘produk’ Tuhan yang terbatas, karenanya kamu berharga. Benar, kamu – yang tengah membaca ini, atau kamu yang ada di sana, menangis di tiap tengah malamnya bertanya mengapa kamu terlahir di dunia. Biar kubisikkan alasannya; karena kamu istimewa. 

*tulisan ini kupersembahkan untuk anak-anak korban bullying. Mari bersama kita meracik air mata jadi kristal permata.
This entry was posted in

0 Comments:

Post a Comment