Pada
suatu siang, ketika aku tengah berada di ruang tunggu, gunungan majalah remaja
teronggok di sebelah bangku tempat aku menanti dengan gelisah. Aku menyambar
salah satu majalah dengan asal, yang kuingat adalah kaver majalah tersebut
menampilkan potret artis luar yang terkenal. Profilnya diulas dengan ‘wah’,
tapi ada satu bagian yang membuatku berhenti barang sejenak. Itu bukan cerita
tentang bagaimana ia tenar dan karya-karyanya yang mendapat penghargaan. Tapi
mengenai ia yang sering kali jatuh cinta pada banyak hal, lalu berakhir membiru.
Namun itu tak membuatnya berhenti mencintai, karena, “…when you ever put your heart into something, you’re special.”
Aku
belajar banyak hal, salah satunya adalah luka tidak membuatmu meninggalkan
cinta. Hal itu justru membuatmu tahu, cinta butuh perjuangan dalam
perjalanannya dan penghargaan ketika memilikinya. Luka yang membuat cinta
terasa istimewa untuk dirawat, kamu membutuhkan luka untuk mengetahui apakah
cinta itu layak bertahan atau tidak. Sudahkah kamu mencinta – siapapun, apapun,
dimanapun, kapanpun, bagaimanapun – hari ini?
Pada
kesempatan yang berbeda, tapi siang yang terasa sama sederhananya, aku duduk di
beranda rumah dengan majalah lainnya yang tersaji di meja bacaku; aku menyambarnya
dan membuka halamannya dengan asal. Sampai aku berhenti di judul ‘from bitter to better’. Itu adalah
kumpulan kisah mengenai bintang redup yang dicaci-maki, akhirnya membuktikan
kemampuannya yang mampu menyulap butir-butir buah lemon biasa menjadi jus lemon
paling nikmat se-angkasa. Biar kurangkum kisahnya seperti ini; tentang
seseorang yang terlahir disleksia, yang ditindas pada grup permainannya di
sekolah. Tentang seorang penderita diabetes yang membuatnya memiliki
keterbatasan dalam ruang gerak. Tentang seseorang yang terlahir di keluarga
broken home dan mengalami penekanan dari teman-temannya hingga masuk panti
rehab. Tentang seseorang yang diolok-olok karena orientasi seksualnya yang
berbeda. Namun, kisah tentang-tentang itu berakhir bahagia; mereka mampu
mengubah kelamnya kenangan menjadi dorongan, menjelmakan ejekan jadi kekuatan,
menjadikan kesedihan sebagai perjuangan. Dan, akhirnya mereka membagikan cinta;
mengupayakan diri lebih baik lagi, lalu membangun rumah-rumah yang melindungi
dan merangkul mereka yang lebam oleh pandangan sekitar.
Aku
belajar banyak hal, salah satunya adalah kamu tidak pernah aneh, gila, atau
berbeda seperti yang mereka bilang saat melempar batu dan tertawa di depanmu.
Kamu hanya unik. Dan, biasanya yang unik adalah yang berbeda dari lainnya dan sulit
dipahami, namun bernilai tinggi – layaknya lukisan. Kamu adalah ‘produk’ Tuhan
yang terbatas, karenanya kamu berharga. Benar, kamu – yang tengah membaca ini,
atau kamu yang ada di sana, menangis di tiap tengah malamnya bertanya mengapa
kamu terlahir di dunia. Biar kubisikkan alasannya; karena kamu istimewa.
*tulisan
ini kupersembahkan untuk anak-anak korban bullying. Mari bersama kita meracik
air mata jadi kristal permata.
0 Comments:
Post a Comment