Thursday, 16 April 2015

Tiga Pertanyaan Perihal Kamu


Pada sebuah petang yang terasa asing – karena jingga yang harusnya singgah sejenak, justru menguning, aku menemukan kalimat ini di kepalaku; “…puisi adalah tempat paling hening bagi cinta untuk sembunyi.” Aku rasa, itu yang menerbitkan tanya pertamaku padamu:
…jadi, sampai kapan cinta  memilih sembunyi?
Tanpa kamu tahu, pertanyaan ini muncul pada satu di antara banyak puisi yang diam-diam kutulis; dan tak pernah terkirim. Aku pernah bilang padamu, aku bukan penyair – karenanya tidak selamanya tulisanku mampu berbunyi, ia justru pandai bersembunyi. Tapi mengapa harus puisi? Karena, rasa ini adalah puisi*.
Lalu kamu bisikkan padaku pada waktu-waktu letih, langit punya jawabannya. Saat kudongakkan kepala pada payung biru berluaskan cakrawala itu, aku hanya menemukan kosong – segala yang menarik telah habis dipinang olehmu. Itu mengingatkanku pada menanti; tak pernah terlalu cepat atau terlambat, selalu ada waktu yang tepat untuk rasa yang siap tertambat. 
…jadi, walau hanya bayangan yang hadir mengiringi malam?
Itu pertanyaan kedua, darimu; setelah kubilang, kamu adalah yang menjelma bayang pada malam aku memejamkan mata, dan yang teringat ketika pagi aku terjaga. Dan, pertanyaan sederhana yang paling menarik di antara pertanyaan-pertanyaanmu yang membentuk cerita-ceritaku. Apa yang terlintas di kepalamu untuk kata ‘bayangan’?
Aku pernah membaca cerita pendek tentang seorang perempuan yang mencintai lelakinya yang sudah tiada – hari-harinya hanya dipenuhi hadir bayangan si lelaki lewat bau tubuhnya yang menyisa di antara pakaian-pakaiannya, rutinitas di rumah, dan banyak lainya yang melekat pada kehilangan, tapi tidak si bayangan. Sampai akhirnya, si perempuan melukis tubuhnya sendiri – lukisan seseorang yang dicintainya dan menjadi gila. Begitu mengerikannya sebuah bayangan. Lagipula, bayangan kerap menakutkan, itu frasa yang sering dipakai oleh anak-anak untuk melukiskan hantu-hantu. Ataukah, justru bayangan adalah keindahan; karena ia menunjukkan kamu hidup. Karena ia menapak setia kemanapun kamu pergi, serta memastikanmu akan keberadaan cahaya. Tak peduli bayangan itu berumah pada kenangan, atau pula kesedihan. Ia selalu punya cerita – yang bagiku, itu berarti kamu.
…suatu malam, aku bermimpi tentang perempuan yang menangis. Lalu kamu bilang, kamu mengalami sejumlah mimpi buruk. Mungkinkah itu kamu?
Pertanyaan terakhir, lagi-lagi darimu. Kujawab; mungkin saja itu aku, mungkin saja itu perempuan lain, mungkin saja itu karakter permainan, mungkin saja itu tokoh khayalan. Tapi, mungkin saja itu memang aku, yang berusaha menyapamu – menyampaikan rindu-rindu. 
 *ada sebuah gambar mengenai ‘understand poetry’, yang mungkin bisa menjelaskan ini, kamu bisa menghubungiku

This entry was posted in

0 Comments:

Post a Comment