“Mundurlah
wahai Waktu, ada selamat ulang tahun yang tertahan untuk kuucapkan, yang
harusnya tiba tepat waktunya.” – Selamat Ulang Tahun, Rectoverso (Dee).
Alvian, selamat mengenang tanggal
sembilan yang dipinang April dengan istimewa.
Ini perihal mengenang. Kamu membawa
ruang pikirmu pada bertahun-tahun lalu ketika ada seorang anak lelaki mungil,
menangis nyaring. Itu caranya menyapa dunia dan mengatakan ia ada. Lalu, banyak
pasang mata yang menyinggahinya, melemparinya dengan tatap yang disesaki doa
dan harapan; seakan mengirimkan mantram-mantram sihir seperti yang dikisahkan dongeng-dongeng
kerajaan. Dan, apakah kamu ingat, jika seseorang yang dikirimkan
mantram-mantram sihir terbaik dalam dongeng adalah orang yang kelahirannya
paling ditunggu dan menggembirakan? Mereka adalah yang menjadi pangeran atau
putri, dan ditemani oleh peri-peri. Aku selalu percaya, setiap kelahiran selalu
seperti itu; terberkati doa dan ditumbuhi cinta. Lalu, salah satunya adalah
kamu.
Alvian, selamat mengulang tanggal
lahir.
Kamu mengingatkanku pada
Shakespeare. Salah satu sastrawan terbesar Inggris itu pernah bilang; “… all the world’s a stage, and all the men
and women merely players.”
Kamu punya kesepakatan yang sama dengannya. Karena, suatu waktu aku pernah membaca salah satu kalimatmu, bagaimana cara kita memainkan hidup? Jika ini semuanya hanyalah permainan, berarti kamu adalah pion dan pemain terbaik yang pernah tercipta, Alvian.
Kamu punya kesepakatan yang sama dengannya. Karena, suatu waktu aku pernah membaca salah satu kalimatmu, bagaimana cara kita memainkan hidup? Jika ini semuanya hanyalah permainan, berarti kamu adalah pion dan pemain terbaik yang pernah tercipta, Alvian.
Alvian, selamat mendekap hari ini
dengan cinta.
Ini hari yang istimewa; kita berdua
tahu. Mungkin sebentar lagi, ketika kamu melangkah keluar pintu rumah, kamu
akan disambut oleh nyanyian-nyanyian, riuh tepuk tangan, kado spesial dan
kejutan-kejutan. Sedangkan aku masih di sini, menjajakan cerita-cerita.
Untukmu, aku teringat cerita pendek ‘Selamat
Ulang Tahun’ yang dikisahkan Dewi Lestari dalam Rectoverso. Itu kisah yang
teramat sederhana, tentang seseorang yang terjaga hingga pukul nol-nol pucat;
menanti ucapan selamat ulang tahun untuknya dari seseorang. Harusnya sampai
tepat waktunya; sebelum akhirnya ia meniup lilin di atas kue cangkir –
sendirian. Ada yang terlambat, dan aku berharap, bisikan untukmu ini tak
ditingkahi waktu telat; selamat ulang tahun, Alvian Dimas.
so, apakah dia "AL" yang selama ini kau ceritakan?
ReplyDelete