Wednesday, 7 January 2015

Tentang Seseorang yang Kerap Bertanya Kapan Aku Jatuh Cinta


Seseorang pernah menemuiku di suatu malam hanya untuk menanyakan kapan aku akan jatuh cinta. Ia menawarkan gelas kertas dengan kepul macchiato di atasnya padaku, aku menggeleng. Ia bilang, cara terbaik mendengarkan ritme dan menikmati gerak tubuh malam, adalah berbatang-batang tembakau dan segelas kafein. Melihatku hanya diam memperhatikan tawanya, ia pun bertanya kembali. Mengulang tanya yang sama; kapan aku akan jatuh cinta. 
Seseorang yang sama, kembali menemuiku di suatu malam untuk menanyakan tanya yang tak kujawab kemarin. Kali ini ia tidak duduk di beranda rumahku atau mengajakku bercengkerama di kursi rotan itu. Ia langsung menerobos masuk ke ruang tengah, ia tahu aku memiliki sebuah organ tua peninggalan nenekku, yang tak pernah kumainkan. Ia duduk di atas bangku reyot itu – yang berdecit ketika digeser. Memainkan kerapuhan Beethoven dalam Quasi una Fantasia – ia selalu menyebutnya demikian, komposisi sonata no. 14, Op. 27, No.2  itu, terlalu muram untuk dinamai Moonlight Sonata.
“Jadi, kapan kamu akan jatuh cinta?” tanyanya, ulangnya. Kali ini ditemani tragedi yang ditulis Beethoven dalam sonatanya, dan pertanyaan itu berhasil membuatku bergidik. Aku tetap tidak menjawabnya sampai ia memainkan salah satu karya Debussy lainnya, tidak jauh-jauh dari bulan. Clair De Lune. Jawabku masih menggantung, seperti purnama pucat malam itu.
Dan, ini sudah malam ketiga ia datang mengunjungiku. Ia tidak membawa apapun untuk melembamkan hati atau melakukan aksi penuh kejutnya. Bisu mengunci, membiarkan hening merajai. Entah. Justru diamnya mampu menggedor-gedorku dengan tanya yang masih menunggu jawab. Matanya bersarang di semak-semak yang tumbuh di tepian kali, di seberang rumahku. Seolah berkumpul dengan pasang-pasang mata hewan malam lainnya, mengintaiku dari bilik sunyi. Sedangkan tak ada satupun di antara kita yang ingin mengalah untuk merusak hening ini. Jeda yang panjang itu memberi waktu padaku untuk memutar ulang malam-malam sebelumnya. Kapan aku akan jatuh cinta.
“Baiklah, jadi kapan kamu akan jatuh cinta?”
Aku tersentak oleh suaranya yang berat, yang membuyarkan teka-teki.  Aku tersenyum.
“Tepat ketika aku tak mampu menjawab pertanyaanmu.”
Rasanya, aku telah jatuh cinta.
This entry was posted in

0 Comments:

Post a Comment