Sunday, 26 October 2014

Sisa Bising di Balik Remang Lampu Kota

ini potret (yang kuabadikan sendiri) dan sajak panjang tentang bisu remang lampu kota; untukmu, kado ulang tahunmu di tanggal 26
Aku siap melipat layar komputerku di ujung malam lalu, ketika namamu mengetuk sudut kanan layar komputerku. Dan, secawan cerita terbit di malam yang sudah renta. Kamu melagukan perkenalan kecil. Merajut cerita-cerita yang selama ini berlubang dilunta-lunta angan yang meranggas. Setelahnya, tak ada malam yang pernah mengisi absen kosong akan bayangmu. Benakku terus mengimla namamu. Nyaring, hingga senyapnya batu-batu menyampaikan betapa lara terasa begitu maha menghadapi lelaki yang dikurung bisu.
ini remang lampu kota dengan sebungkus bisingnya
Dan, kamu memulainya dengan sapaan yang mengantar sejuta kejut. Setelahnya kita hanya menguntai obrolan ringan yang janggal. Biar kudeklamasikan malam itu; udara dingin yang bermain di tubuh malam di luar sana seakan meliuk-liuk ke ruang kamarku yang sepi, mencengkeram apa yang ditemuinya, dan itu aku. Sesak segera menemui paru-paruku, ketika itu aku berlari keluar rumah, mencari remang lampu kota yang bisa membebaskanku. Nyatanya, yang kutemukan adalah sisa-sisa di penghujung malam; remang-remang lampu kota yang memangku bisumu. Tapi. Terasa bising.
Ini diam milikmu; yang memenjarakan aku dalam gigil rindu.

0 Comments:

Post a Comment