ini potret (yang kuabadikan sendiri) dan sajak panjang
tentang bisu remang lampu kota; untukmu, kado ulang tahunmu di tanggal 26
Aku siap melipat layar komputerku di
ujung malam lalu, ketika namamu mengetuk sudut kanan layar komputerku. Dan,
secawan cerita terbit di malam yang sudah renta. Kamu melagukan perkenalan
kecil. Merajut cerita-cerita yang selama ini berlubang dilunta-lunta angan yang
meranggas. Setelahnya, tak ada malam yang pernah mengisi absen kosong akan
bayangmu. Benakku terus mengimla namamu. Nyaring, hingga senyapnya batu-batu
menyampaikan betapa lara terasa begitu maha menghadapi lelaki yang dikurung
bisu.
ini remang lampu kota dengan sebungkus bisingnya |
Dan, kamu memulainya dengan sapaan
yang mengantar sejuta kejut. Setelahnya kita hanya menguntai obrolan ringan
yang janggal. Biar kudeklamasikan malam itu; udara dingin yang bermain di tubuh
malam di luar sana seakan meliuk-liuk ke ruang kamarku yang sepi, mencengkeram
apa yang ditemuinya, dan itu aku. Sesak segera menemui paru-paruku, ketika itu
aku berlari keluar rumah, mencari remang lampu kota yang bisa membebaskanku.
Nyatanya, yang kutemukan adalah sisa-sisa di penghujung malam; remang-remang
lampu kota yang memangku bisumu. Tapi. Terasa bising.
Ini diam milikmu; yang memenjarakan
aku dalam gigil rindu.
0 Comments:
Post a Comment