“Memori akan bayangmu bersarang di tiap malam Selasa. Saat itu, sepetak hatiku siap
bersengketa dengan diammu yang tak mengenal jeda.”
Sorot lampu kendaraan perak itu
berkali-kali menyinggahi silaunya pada manik mataku. Seakan tak ingin
membiarkan sudut mataku terjaga pada gerbang berkarat itu. Lampu terang dari
kendaraan perak itu akhirnya menyerah; menyisa remang yang menyatu dengan senja
yang baru saja jatuh. Gerombolan lelaki – kira-kira lima hingga enam orang -
terlihat berjalan sembari bergurau, mereka melangkah dalam petak-petak canda ke
mari, ke tempatku menunggui datangnya malam Selasa; yang jua berarti
kunjunganmu.
Mereka mengingatkanku pada sebuah
kafe dimana kamu berjalan bersama kawan-kawanmu, sambil menating separuh
sukmaku yang tertinggal dalam renggangnya genggamanmu. Aku tertawa lirih.
Banyak sekali ingat-ingat lainnya yang berbaris di ruang pikirku sekarang. Jumpalitan
saling berebut meranumkan kilasan ingatan menjadi kenang. Kamu hanya tak tahu
saja, bagaimana di pagi yang masih perawan itu, aku menanyakan namamu untuk
pertama kalinya karena bisumu berhasil menelanjangiku. Setelahnya hanya ada
mimpi yang diterungku oleh malam-malam penuh
raung akan namamu.
Aku kembali menekuri gurat jingga
yang sudah menipis dirayapi hitam malam. Malam ingusan sebentar lagi
bertandang, tapi kamu tak jua datang. Tiap ada kelebat bayang yang melintas,
tubuhku seolah tersengat, mengira ada kamu yang tersembunyi. Walau aku tahu
pandangan matamu tak pernah hinggap sejenak saja pada aku yang tengah duduk
dirundung resah, aku tetap di sini menunggu. Walau aku sadar bisumu selalu
terasa dingin menyentuh tengkuk leherku, aku tetap diam menunggu. Karena, aku
ingin selalu menyaksikan bagaimana sepi bisa menjelma sebising itu. Kamu yang
membuat setubuh bisu dan diam di tengah pilar-pilar ramai menjadi istimewa. Di
titik itulah aku jatuh padamu.
Ini malam Selasa tentangmu yang
penuh tunggu. Aku menunggumu tanpa kamu tahu jika aku menunggu. Ataukah kamu tahu aku menunggumu, maka kamu
sengaja menghindari tunggu-tunggu yang menyekap aku?
Untukmu,
Lelaki yang Dikurung Bisu. Bisa saja perempuan yang didekap rindu hari itu,
sudah mati kemarin lalu. Dihabisi Selasa penuh waktu tunggu-tunggu.
0 Comments:
Post a Comment