Saturday, 13 September 2014

Orientasi yang Menjejak di Hati


"Jangan tanyakan apa yang bisa almamater berikan padamu. Tapi tanyakan apa yang bisa kamu berikan pada almamatermu.”
Kamu bangun pagi – berlomba dengan matahari, menyusuri bahu jalan dipayungi remang lampu kota yang mengiringi tiap langkahmu, membawa beban berat di kedua tangan dan punggungmu, lalu meneriakkan salam juga jargon yang menyentak butanya pagi; seluruhnya bukan tanpa arti.
Lalu, kamu dimasukkan dalam ruang penghakiman untuk hal-hal kecil nan sederhana yang kamu pandang dengan sebelah mata. Kamu merengut kesal, mengerjakan pekerjaan dengan separuh hati. Namun, ingin atau tidak, kamu tetap harus memerbaiki semuanya jika tidak ingin dibakar terik untuk kedua kalinya; semuanya bukan tanpa makna-makna.
Lagi, kamu digiring untuk mengikuti sejumlah permainan dengan post-post tertentu. Kamu menyesak, terasa konyol. Belum lagi setelahnya, kamu diminta untuk berdiri dalam hitungan di lapangan, bersama bentakkan dan teriakkan. Kegaluhan di hatimu berkecamuk; menyesal menjadi bagian dari rangkaian hari-hari itu, namun; seutuhnya bukan tanpa tujuan.
Waktu-waktu dimana jam tidurmu mampu dihitung dengan lima hingga tiga jemari; berakhir sudah. Remah-remah yang tersisa hanyalah atribut yang sudah rusak, teronggok diam di sudut kamarmu yang paling gelap. Tapi coba kamu tengok sejenak ke depan cerminmu. Rasanya kamu berubah jadi berbeda – bukan kantung mata yang semakin terlihat jelas, bukan pula rambut yang teracak-acak. Melainkan suatu lain yang tak bisa dilihat dengan telanjang mata semata. Kamu menjadi pribadi yang berbeda.
Tertegun; kamu menyadari ini lebih dari sekadar refleksi diri dengan siraman rohani dan motivasi. Ini juga bukan hanya orientasi biasa dengan rangkaian acara yang itu-itu saja. Ini adalah hari-hari milik dorongan kuat yang membuatmu membusungkan dada bangga, karena memiliki almamater terbaik.
Tiga hari ini kamu ‘dipaksa’ untuk mengalahkan matahari pagi; kamu belajar disiplin waktu, bangun lebih awal – hingga menghindari alasan klise dari terlambat; macet atau kesiangan. Kamu terus menyuarakan yel-yel hingga nafasmu bermegap-megap, tanpa kamu tahu, lewat itu semua; kamu memeroleh semangat pagi yang membangunkan energi motivasimu. Lalu, kamu dikurung dalam ruang penghakiman penuh tekanan hanya untuk hal kecil; yang sesungguhnya, memberitahumu untuk memerhatikan detail dan tidak memandang rendah/remeh-temeh hal-hal sederhana. Dan, permainan-permainan itu; mengajarmu tentang ‘mengalahkan diri sendiri’ dan ‘memenangkan diri kelompok’. Lantas kamu terdiam cukup lama disetubuhi sunyi; nyatanya kamu tengah meresapi tiga hari yang begitu berharga.
Sementara itu, kamu terbayang tiap sore, ada seorang kakak yang terus berteriak dengan pertanyaan yang mengulang; kamu mahasiswa, apa kebanggaanmu?
Kali ini kamu mampu tersenyum dan menjawab tegas; Aku mahasiswa, almamater dan karya-karyaku adalah kebanggaanku; untuk persada dan sesama!
Kamu bangga.
Aku bangga.
Kita bangga.
Bersama Universitas Multimedia Nusantara. 

(Tulisan ini dimuat di website resmi OMB UMN 2014 sebagai pemenang utama challenge menulis pengalaman mengikuti OMB UMN 2014. Penilaian dilakukan oleh BEM UMN. Terima kasih)

0 Comments:

Post a Comment