"Jangan tanyakan apa yang bisa almamater berikan padamu. Tapi tanyakan apa yang bisa kamu berikan pada almamatermu.”
Kamu
bangun pagi – berlomba dengan matahari, menyusuri bahu jalan dipayungi remang
lampu kota yang mengiringi tiap langkahmu, membawa beban berat di kedua tangan
dan punggungmu, lalu meneriakkan salam juga jargon yang menyentak butanya pagi;
seluruhnya bukan tanpa arti.
Lalu,
kamu dimasukkan dalam ruang penghakiman untuk hal-hal kecil nan sederhana yang
kamu pandang dengan sebelah mata. Kamu merengut kesal, mengerjakan pekerjaan
dengan separuh hati. Namun, ingin atau tidak, kamu tetap harus memerbaiki
semuanya jika tidak ingin dibakar terik untuk kedua kalinya; semuanya bukan
tanpa makna-makna.
Lagi,
kamu digiring untuk mengikuti sejumlah permainan dengan post-post tertentu.
Kamu menyesak, terasa konyol. Belum lagi setelahnya, kamu diminta untuk berdiri
dalam hitungan di lapangan, bersama bentakkan dan teriakkan. Kegaluhan di
hatimu berkecamuk; menyesal menjadi bagian dari rangkaian hari-hari itu, namun;
seutuhnya bukan tanpa tujuan.
Waktu-waktu
dimana jam tidurmu mampu dihitung dengan lima hingga tiga jemari; berakhir
sudah. Remah-remah yang tersisa hanyalah atribut yang sudah rusak, teronggok
diam di sudut kamarmu yang paling gelap. Tapi coba kamu tengok sejenak ke depan
cerminmu. Rasanya kamu berubah jadi berbeda – bukan kantung mata yang semakin
terlihat jelas, bukan pula rambut yang teracak-acak. Melainkan suatu lain yang
tak bisa dilihat dengan telanjang mata semata. Kamu menjadi pribadi yang
berbeda.
Tertegun;
kamu menyadari ini lebih dari sekadar refleksi diri dengan siraman rohani dan
motivasi. Ini juga bukan hanya orientasi biasa dengan rangkaian acara yang
itu-itu saja. Ini adalah hari-hari milik dorongan kuat yang membuatmu
membusungkan dada bangga, karena memiliki almamater terbaik.
Tiga
hari ini kamu ‘dipaksa’ untuk mengalahkan matahari pagi; kamu belajar disiplin
waktu, bangun lebih awal – hingga menghindari alasan klise dari terlambat;
macet atau kesiangan. Kamu terus menyuarakan yel-yel hingga nafasmu
bermegap-megap, tanpa kamu tahu, lewat itu semua; kamu memeroleh semangat pagi
yang membangunkan energi motivasimu. Lalu, kamu dikurung dalam ruang
penghakiman penuh tekanan hanya untuk hal kecil; yang sesungguhnya,
memberitahumu untuk memerhatikan detail dan tidak memandang rendah/remeh-temeh
hal-hal sederhana. Dan, permainan-permainan itu; mengajarmu tentang
‘mengalahkan diri sendiri’ dan ‘memenangkan diri kelompok’. Lantas kamu terdiam
cukup lama disetubuhi sunyi; nyatanya kamu tengah meresapi tiga hari yang
begitu berharga.
Sementara
itu, kamu terbayang tiap sore, ada seorang kakak yang terus berteriak dengan
pertanyaan yang mengulang; kamu
mahasiswa, apa kebanggaanmu?
Kali
ini kamu mampu tersenyum dan menjawab tegas; Aku mahasiswa, almamater dan
karya-karyaku adalah kebanggaanku; untuk persada dan sesama!
Kamu bangga.
Aku bangga.
Kita bangga.
Bersama Universitas Multimedia
Nusantara.
(Tulisan ini dimuat di website resmi OMB UMN 2014 sebagai pemenang utama challenge menulis pengalaman mengikuti OMB UMN 2014. Penilaian dilakukan oleh BEM UMN. Terima kasih)
0 Comments:
Post a Comment