Lalu kutawarkan padamu secangkir
cerita untuk mengajak tubuh malam bercakap-cakap hari ini; tentang seseorang -
si gadis berkunciran batik. Ini bukan bincang yang pelik, melainkan menarik;
sebab sekali lagi, ini mengenai gadis berkunciran batik nan unik.
Aku melihatnya menapaki lantai
vanilla memasuki ruang besar; perta
ma kali – dengan irama langkah yang bisu.
Setelahnya ada tiga potret yang tak lepas dari benakku; wajah bulatnya yang
lucu, tatap matanya yang ramah dan senyum sederhananya.
Kiri - Kanan : Kak Dea dan aku Kita : ImKom UMN'14 |
Dan, aku ingat. Ketika keramaian
menyetubuhi terik matahari, bersama-sama meringkusnya dalam panas yang
berpeluh. Si gadis berkunciran batik masih berdiri, membawa sebuah papan nama kelompok
yang dipimpinnya – bersama tas putih mungil dan sepatu biru kelabunya, ia
berdiri menjulang tinggi, aku segera tahu; ia bukan hanya gadis berkunciran
batik yang cantik. Ia adalah gadis yang mampu membuatmu duduk diam berjam-jam
hanya untuk menantang malam dengan cakap bincang tentang jendela dunia.
Kamu tahu; aku adalah tukang kebun
kenangan. Aku menulisi bayang-bayang orang yang menyinggahi kebunku dan menyiraminya
dengan air-air masa lampau. Tapi berbeda dengan si gadis berkunciran batik; aku
hanya menangkap memori dengannya dalam hitung hari yang berjari-jemari. Walau
begitu, aku belajar banyak darinya – tentang keteguhan dalam pengerjaan tugas,
motivasi dan kepenuhan hati. Aku memerhatikannya; tersenyum dalam diam – senyum
bisu yang kutahu tak diketahuinya.
Ingin kubisikkan padanya jika aku
bangga pernah memilikinya sebagai kakak. Pernah ditemaninya menjelajahi malam
utnuk mengumpulkan potret kelompok, pernah berdiri di bawah arahannya, pernah
merangkai kenang singkat bersamanya dalam waktu-waktu penuh tepi batas. Aku
menganguminya sebagai kakak, kakak berkunciran batik yang membuatku berusaha
untuk tidak mengecewakannya – walau itu pernah terjadi dan aku melihat bulan
meredup di wajahnya yang bulat. Maka, lewat rangkai-rangkai kalimat yang
menghimpun paragraf ini, aku menyelipkan maaf dan cinta padanya.
Ia; si gadis berkunciran batik.
Adalah kakakku; kakak tingkatku. Terkadang aku menyulam khayal jikalau kita akan
duduk di sebuah saung, bercengrama bersama lalu menebak-nebak bintang mana yang
bisa membuat kita terus bersama. Akan ada banyak yang kuridnukan darimu, kak
Dea Andriani.
0 Comments:
Post a Comment