Saturday, 26 July 2014

Tentang Lelaki Jenaka dan Lain-lain


"Hey, aku merindukanmu malam ini.” 
“Apa kamu ingat, kita pernah berada di ruang kelas yang ramai. Aku sering kali mengerjaimu, mengata-ngataimu dan menindasmu. Kamu hanya pasrah dan menuruti begitu saja apa mauku.”
“Sudah, lupakan.”
“Dengar aku, sahabatku. Kenangan; salah satu penggal memori yang tak pernah mampu kamu sangkal.”
Aku melewati malam-malam yang sulit. Kubiarkan diriku tenggelam dalam sibuk, seolah tak ada waktu lagi bagiku untuk menepi sejenak akan hitung-hitung waktu yang sudah tertinggal di belakangku. Lalu, aku menemukan malam ini; aku yang terseok-seok oleh rona masa lalu. Tentang kita yang menjanjikan kebersamaan selamanya, sampai akhir – tapi kini berusaha kita lupakan. Karena, aku sudah lebam olehnya.
Aku melalui malam-malam yang pucat. Ketika jarum jam dinding menyentuh tubuh malam yang dingin, aku mendengar suara tawamu, jumpalitan bayangmu ketika kita bertukar canda bersama, merasakanmu di sini. Lantas sekali lagi, aku tersenyum, tertawa hingga terpingkal. Nyatanya, aku hanya tengah mengenang kita dalam ruang paling hening, sampai ruang hati pun terlalu takut menjejakinya. Sebab kita tak akan pernah pulang sekali lagi.
Aku menapaki malam-malam yang dingin. Sebenarnya, aku lelah menyampaikan bait-bait rindu di atas tubuh kenang yang kita rajut tiga tahun ini. Tapi, aku hanya ingin kamu tahu; rindu yang menerbitkan kenang paling purba. Menumbuhkan akar masa lampau paling haru untuk disimpan. Dan, aku tak pernah menyalahinya. Lewat rindulah, aku tahu, aku pernah mencintaimu – sebagai sahabatku yang paling jenaka.
Aku melintasi malam-malam yang sendiri. Pernah sekali aku berharap pertemuan kita selama ini hanyalah delusi belaka, ilusi yang dicipta waktu, ataukah halusinasi hati. Tapi temu kita bukan apapun itu yang kuanggap tidak nyata – kamu pernah ada, sekarang masih ada, dan selamanya akan ada. Kita ada. Bukankah ada janji tak kasat mata yang kita semat ditiap ucapan selamat tinggal? Untuk selalu kembali.
Teruntuk Richky Deskiawan, terima kasih untuk kenangan yang menjadikan air mata sebagai tawa di kemudian hari. Memilikimu sebagai sahabat adalah setubuh kenang dan angan-angan yang akhirnya menjelma jadi masa kini yang paling berharga.

0 Comments:

Post a Comment