Thursday, 19 June 2014

(You) Let Me Go


Aku bangun ketika fajar mengetuk kaca jendelaku. Sejenak, aku bergeliat di atas kasur sebelum menyapa halimun pagi. Ketika aku hendak beranjak, lenganku mengenai sebuah boneka mungil yang membawa kado di punggungnya. Aku tertawa dengan suara serak, menghentikan rencanaku untuk menyibak gorden jendela dan membiarkan fajar masuk ke ruang kamarku. Kupangku boneka mungil itu, berkas memori tiba-tiba berkelebat satu persatu dengan malu-malu di labirin kalbuku. Ini boneka yang pernah kudadani dengan pita, yang pernah kupotret dan selalu kubagikan padamu. Hari ini, hatiku memaksaku untuk kembali membagi kelucuan yang kubuat dengan boneka ini padamu, tapi tanganku terlalu beku untuk bergerak. Aku mematung, aku mengecek kalender, hari ini Senin.
Sejak kapan kira-kira kita bagai dua kawan jauh yang begitu kaku? Tak ada lagi sapa hangat sekedar untuk saling berdebat kecil yang berujung salam manis? Tak ada lagi kita yang berlomba membunuh purnama malam? Tak ada lagi kita yang saling melempar tanya dengan panggilan serius hanya untuk menanyakan hal sederhana? Kemana kita yang kekanak-kankkan dan begitu lemah terhadap kenangan? Kemana kita yang berbagi apa saja – termasuk pil-pil pahit di masa lampau dan angan-angan masa depan? Hey, sekali lagi, kamu yang aku rindukan bersama seluruh rasa yang berjejalan di dada yang sesak, kemana kita yang diam-diam saling mencintai?
Ini hari Senin, orang bilang, inilah waktunya memulai hari – mencuri start dan tenggelam dalam kubang sibuk yang tak bisa diganggu. Kulempar ponselku, tanya-tanya tadi yang meraung di benakku mengatakan satu hal padaku; kamu sudah menghilang jauh-jauh hari. Pesan terakhir yang kita tukar adalah lusa malam lalu, waktu yang begitu kutunggu – berusaha kulawan kantuk hingga pukul satu pagi, tapi yang kamu lakukan adalah membiarkanku teronggok di sudut kamar memandangi layar ponsel yang sepi. Sekali kamu mengedipkannya, kamu membahas tentang seseorang. Aku mengangkat tubuhku menyapa pagi yang mulai terik, kamu pernah bilang; sudah biarkanku pergi.
Fajar sudah usai. Seharusnya aku tahu, kita bukan fajar yang tiap kali usai masih bisa memulai. Kita hanya mengenal kata usai.

0 Comments:

Post a Comment