Siang
itu 8 Mei 2013, ketika terik matahari singgah di langit Kota Tangerang, aku
datang ke kantor kecamatan Karawaci untuk memenuhi janji menemui salah satu
pelukis street art Tangerang Mural Graffiti United, Abdi. Di sebuah saung
sederhana yang terletak di belakang bangunan kantor dan dikeliling tembok yang
telah dilukis graffiti itu, wawancara sederhana tersebut berlangsung.
Menurut
Abdi, Tangerang Mural Graffiti United adalah kelompok seni mural graffi
ti yang
berlokasi di wilayah Kota Tangerang. Walau masih dalam lukis-melukis, ada yang
membedakan antara mural dan graffiti, yaitu alat yang dipakai dalam proses
melukis. Untuk mural, peralatan lukis menggunakan kuas dan cat air, sedangkan
graffiti lebih kepada aerosol/pilox. Biasanya, Tangerang Mural Graffiti United
yang sering disingkat TMGU ini fokus melukis karakter dan permainan jenis
tulisan (font).
salah satu karya pelukis mural di kawasan Galeong yang kupotret |
Satu
hal yang menarik dari TMGU adalah sifatnya yang variatif dan fleksibel. Siapapun
bisa menjadi bagian dari TMGU, tak ada syarat khusus yang mengikat. Tema
lukisan pun tidak ditetapkan, semuanya dibebaskan pada pelukis itu sendiri atau
tergantung moment. TMGU sendiri pernah mengangkat tema politik, salah satunya
mendukung tagline KPK; Berani Jujur Hebat. Terkadang juga tema lingkungkan
seperti mengkampanyekan menanam pohon dan penghijauan.
“Yang
penting individu tersebut berani berkarya dan mampu mengekpresikan dirinya
secara bebas. Untuk tema, yang pasti mampu mewakili motivasi dasar pembentuk TMGU
itu sendiri yaitu peduli, berbagi dan kreatif,” ujar Abdi, siang itu ia
terlihat sedang sibuk merapikan kaleng aerosol berbagai warna di tepian saung. Keunikkan
lukisan-lukisan anak mural graffiti adalah mereka tidak memakai identitas asli,
melainkan nama samaran seperti Justice, Playout, D’Lonz, MSA dan lainnya. Abdi
sendiri memiliki nama samaran dalam berkarya yaitu Sadrax.
Melukis
seni mural graffiti juga menghadapi beberapa kesulitan, tapi, anak-anak mural
graffiti menganggap kesulitan sebagai tantangan dalam berkreativitas dan
melatih keberanian berkarya. Kesulitan tersebut lebih sering pada masalah
perizinan, sebab media lukis seni mural adalah tembok dan pagar jalanan. Untuk
itu, pelukis mural graffiti biasanya meminta izin ketika melukis tembok
perumahan, namun tidak untuk tembok atau pagar publik. Jika ditegur petugas
atau masyarakat, mereka akan berdialog terlebih dahulu hingga diizinkan. Mereka
tetap ingin melukis karena ada yang ingin mereka sampaikan dan bicarakan lewat
lukisan. Abdi menambahkan bahwa anak seni mural tak terbatas berkarya lewat
ruang publik, tapi juga pameran yang dinamakan Art Space. Sejenis pameran yang
mengundang para pelukis seni mural untuk langsung melukis di tempat dan
dipamerkan saat itu juga. Seni mural graffiti sendiri berkembang pesat
khususnya di Kota Tangerang, sebab selalu ditemukan karya baru yang lebih
kreatif ketika regenerasi. Lukisan mural graffiti TMGU bisa ditemui di tepian
jalan kota Tangerang sekitar Mauk atau Galeong.
Aku
pun tertarik bertanya satu hal, mengapa tidak melukis di kanvas seperti pelukis
pada umumnya dan dijual di galeri lukisan.
“Mungkin
melukis mural graffiti di ruang publik tidak membuat kami mendapat keuntungan komersil,
tapi kami mendapatkan kepuasan. Karena inilah hobi kami, kami hanya ingin tetap
berkarya dan bebas. Bagi kami, tembok dan pagar itu adalah kanvas. Dan, kami
tak bisa membiarkan kanvas kosong. Kami akan mengalahkan kanvas kosong itu
dengan kreativitas tinta warna,” tutur Abdi menutup wawancara siang penuh warna
itu. (ver/ ft. ver)
*artikel ini telah dimuat di Tabloid Banten Muda edisi 15.
0 Comments:
Post a Comment