Tuesday, 3 June 2014

Graduation (Farewell) Ceremony

"Now our golden days are at an end. The parting hour is coming soon. And we think will swift the moment pass. How the light full has been our friendship been.” 
Malam itu terlewati. Kukenakan kebaya hijau, bercermin beberapa kali – meragu, apakah waktu benar-benar telah mengantarku pada potong bagian hidup yang ini. Beberapa kali aku mengecek waktu di layar ponsel, beberapa menit lagi mobil akan datang – menjemputku ke sebuah gedung yang sudah disewa untuk menjadi saksi bisu perjalanan tiga tahunan. Aku terdiam cukup lama di ruang tengah, langit di luar sana seperti lapangan beraspal kelabu dengan awan-awan yang berbaris rapi. Ada kenangan yang terjalin, kemudian terpilin-pilin di relung hati yang mendung. Ini tiga tahun yang sederhana, aku kerap tertawa. Terlebih ketika aku sudah sampai di gedung itu, menonton sebuah video yang berdurasi panjang, menampilkan deretan foto awal MBS hingga kelulusan. Mengingatkanku pada awal; menangi ketika menocba beradaptasi dengan lingkungan baru, lalu memendam rasa pada orang-orang, membuat kelompok persahabatan yang suka sekali memperdebatkan hal-hal gila, berganti kelas, menggalau ria, menetapkan musuh bersama, mengikuti rencana-rencana jahil, melibatkan diri dalam politik sekolah, terjun dalam klub dan organisasi, hingga sampai di sini; dengan segumpal keraguan pada waktu, apa benar, semua ini lalu berakhir? Aku diremuk redam rona masa lalu.
“Farewell to the, farewell to the. Our golden days are coming to an end. But we will hope for brighter days to. Come when friend shall meet with friend.”
Kuberikan sekuntum mawar pada seorang guru, membacakan puisi dengan iringan lagu pisah dalam sebuah paduan suara. Kuseolah merasa jika gedung itu penuh kabut dengan orang-orang didalamnya yang bergerak lambat karena dikurung oleh tangis yang tertahan dan disesaki oleh kenangan yang kembang kempis. Aku gemetar, ketakutan merayapiku, merangkak menjalari tubuhku; tak akan ada lagi bangku-bangku kayu sekolah dengan sahabat-sahabat lama yang duduk mengellingiku. Ini selalu hari dan acara yang berat. Diakhiri dengan memotret waktu dan merekam jejak dalam bentuk lembar-lembar foto yang dipigura – yang nantinya akan kusimpan dalam album, berdebu karena tak bernai kusentuh bertahun-tahun; sebab membuka terus-menerus berarti membiarkan ingatan lampau menggerogoti kalbuku tanpa ampun.
“Im thankful for our little infinity.”
Sama seperti tiga tahun lalu sebelum aku berseragam rok abu-abu, kupeluk sahabatku dengan erat; sahabat yang menjanjikan kebersamaan yang tak berakhir, tak terputus, tak tertebas. Ini hanya persoalan merawat cinta. Dan, kita menang.

1 comment:

  1. hey mi monstruo... just to let you know, im watching you................................

    ReplyDelete