Katanya,
jika seikat persahabatan dijalani dan dijaga selama tujuh tahun, maka
persahabatan itu akan berlangsung selamanya. Kamu katakan padaku lewat
sambungan telepon di suatu malam yang pucat. Lantas, aku menghitung lamanya
persahabatan kita; enam tahun. Aku tertawa. Kita sama-sama diam, sebab kita
bersama tahu. Kita tengah mengulang waktu pada tahun-tahun awal kita bertemu.
Aku
mengenalmu sebagai sahabat yang pemalu di awal pertemuan kita, lalu kamu menjelma
menjadi sahabat tergila yang pernah kukenal. Kita menjadi rival sejati
sekaligus sahabat sampai mati. Kita saling berlomba, mengejar impian
masing-masing, menaruhkan segala usaha, mengadu semangat di sebuah ruang kelas
yang dipenuhi hiruk pikuk persaingan kita berdua. Mengenangnya selalu
menerbitkan senyum kecil di sudut bibir atau rasa geli di relung hati. Kita
terlalu serius dalam hal yang kekanak-kanakkan. Dan, kita kerap kali begitu
kanak-kanak dalam urusan yang serius. Tapi, bukankah begitu caranya membalikkan
hujan menjadi pelangi?

Mungkin,
pernah terbersit dibenakmu, aku terus menulis kisah tentang banyak orang.
Tentang orang-orang di sekitarku. Tentang mereka yang pernah menyinggahi tepian
hatiku dan memberi jejak berarti di sana. Namun, dari ratusan tulisan itu, tak
pernah sekalipun kutulis tentang kisahmu. Andai kamu tahu, sebab, kata-kata,
sebanyak apa pun itu, seindah apapun itu, tak pernah mampu sekalipun melukis
kebersamaan kita. Terlalu banyak. Terlalu indah. Hingga sederet dan sebaris
kata saja menyerah untuk menguntainya.
Bersama
tulisan ini, kuucapkan terima kasih padamu, sahabatku. Yang akhir April lalu, ia
potongkan senja pukul enam sore untukku. Kini, senja itu sudah kupangku.
Meresap perlahan pada kenangan kita. Menarikku untuk bercerita di sini kepada
dunia, jika aku merasa berharga pernah dan berharap selalu memilikimu,
sahabatku.
Sebab, memilikimu dalam persahabatan adalah hal berharga yang pernah kupunya,
Ricky Phan.
0 Comments:
Post a Comment