Sunday, 18 May 2014

Ours

Katanya, jika seikat persahabatan dijalani dan dijaga selama tujuh tahun, maka persahabatan itu akan berlangsung selamanya. Kamu katakan padaku lewat sambungan telepon di suatu malam yang pucat. Lantas, aku menghitung lamanya persahabatan kita; enam tahun. Aku tertawa. Kita sama-sama diam, sebab kita bersama tahu. Kita tengah mengulang waktu pada tahun-tahun awal kita bertemu.
Aku mengenalmu sebagai sahabat yang pemalu di awal pertemuan kita, lalu kamu menjelma menjadi sahabat tergila yang pernah kukenal. Kita menjadi rival sejati sekaligus sahabat sampai mati. Kita saling berlomba, mengejar impian masing-masing, menaruhkan segala usaha, mengadu semangat di sebuah ruang kelas yang dipenuhi hiruk pikuk persaingan kita berdua. Mengenangnya selalu menerbitkan senyum kecil di sudut bibir atau rasa geli di relung hati. Kita terlalu serius dalam hal yang kekanak-kanakkan. Dan, kita kerap kali begitu kanak-kanak dalam urusan yang serius. Tapi, bukankah begitu caranya membalikkan hujan menjadi pelangi?
Itulah kamu, sahabatku. Kamu; yang selalu menungguiku sehabis pulang sekolah. Duduk di sebuah lorong tunggu yang kadang kala sudah diisi sunyinya siang. Hanya untuk pulang bersama, membunuh waktu perjalanan pulang yang bosan jika dilewati sendirian. Kamu; yang pernah secara spontan, muncul di pagar depan rumahku di waktu menjelang pertengahan malam, dan menukar berpuluh, beribu dan berjuta kisah akan banyak hal. Dan, membuatku kerap kali tertawa karena kekonyolan dan kepercayaan diri kita berdua. Banyak yang bilang, pertemuan kita berdua adalah hasil persetubuhan antara keramaian dan kebisingan, sebab kita selalu mampu memecah hening menjadi perdebatan sengit dan meretakkan sunyi menjadi percakapan panjang yang menghabiskan bercangkir-cangkir minuman berwarna. Kamu; yang menawarkan sepotong senja menenangkan setelah aku dipayungi mendung. Sejak itu, aku selalu memotret senja dalam tiap kisah yang kutulis. Sebab, ia sepertimu. Senja yang selalu berarti pulang. Padamu, aku seolah merasakan kehangatan berpulang pada rumah yang nyaman.
Mungkin, pernah terbersit dibenakmu, aku terus menulis kisah tentang banyak orang. Tentang orang-orang di sekitarku. Tentang mereka yang pernah menyinggahi tepian hatiku dan memberi jejak berarti di sana. Namun, dari ratusan tulisan itu, tak pernah sekalipun kutulis tentang kisahmu. Andai kamu tahu, sebab, kata-kata, sebanyak apa pun itu, seindah apapun itu, tak pernah mampu sekalipun melukis kebersamaan kita. Terlalu banyak. Terlalu indah. Hingga sederet dan sebaris kata saja menyerah untuk menguntainya.
Bersama tulisan ini, kuucapkan terima kasih padamu, sahabatku. Yang akhir April lalu, ia potongkan senja pukul enam sore untukku. Kini, senja itu sudah kupangku. Meresap perlahan pada kenangan kita. Menarikku untuk bercerita di sini kepada dunia, jika aku merasa berharga pernah dan berharap selalu memilikimu, sahabatku.
Sebab, memilikimu dalam persahabatan adalah hal berharga yang pernah kupunya, Ricky Phan.

0 Comments:

Post a Comment