Wednesday, 23 April 2014

The Feeling Undone



Aku selalu menyukaimu. Saat yang lain mengatakan padaku untuk tenggelam dalam buai simfoni malam. Ketika yang lain mendesakku untuk berhenti menantang malam. Di samping yang lain memintaku untuk tidak mencumbui radio malam. Kau datang; tidak di sebelahku, tidak juga di depanku, tidak di belakangku. Tidak dimanapun yang mereka harapkan dekat denganku. Lalu, aku kerap kali bergurau tentang bagaimana kau muncul dimana-mana. Kau hanya tersenyum simpul dengan penuh jenaka. Sekali lagi, tanpa kau tahu, kau berhasil menerbitkan seulas senyum kecil di bibirku. Di sunyinya pertengahan malam. Di heningnya cengrama malam. Di diamnya tubuh malam. Kita tertawa hingga larut dalam lelap.
Aku selalu menyukaimu. Kau mungkin tak pernah tahu, sebab kita selalu bersembunyi dibalik kata kawan, teman, sahabat, saudara bertahun-tahun ataupun  apapun itu yang menggambarkan ketidakmampuan aku maupun kamu untuk mengungkap rasa. Tapi, jikalau saja kau bisa menjajaki ruang hati ini; yang tiap pertengahan malamnya, selalu senyap oleh buncah-buncah rindu akan bayangmu, selalu terluka oleh momen lampau akanmu yang tak akan terulang. Jikalau saja kau bisa menyelam lebih jauh ke dalam mata ini; yang tiap menyapamu, selalu berbinar, selalu mencari celah waktu untuk singgah manik matamu yang sering kali kau mainkan.
Aku selalu menyukaimu. Dan, apabila kau jawab bisa, maka kau akan tahu satu hal; ini pendam rasa yang begitu indah yang pernah kutahu. Tak perlu banyak kata untuk mengurainya. Hanya perlu dua hati yang berani untuk berkata iya. Maka, ia akan terajut dengan sendirinya. Bukan aku lagi yang harus terus menulis tentangmu agar tidak terlupa. Bukan kau lagi yang harus bertanya tentangku agar tidak tersamar. Bukan kita lagi yang harus ragu mencipta janji. Tapi, sebongkah rasa yang akan berbicara. Tentang kita dan bisik hati yang tak tersampaikan.
Dan, dua kata itu berganti …
Aku selalu mencintaimu.

0 Comments:

Post a Comment