Aku berandai, jikalau kita adalah tokoh
rekaan dalam sebuah buku. Pastilah kita bertemu di halaman yang paling awal.
Lewat pertemuan-pertemuan manis yang akan kita ingat di malam sebelum tidur.
Yang akan melukiskan seulas senyum di bibir kita. Yang akan membingkai kedua
manik mata kita dengan secercah binar. Maka itu, di sinilah, akan kuceritakan
pertemuan kita.
Tak ada yang pernah bisa melihat
bagaimana Tuhan tengah menulis skenario kisah tentang kita. Kita disatukan
dalam sebuah ruang kelas berukuran sedang. Kita dipertemukan sehabis perpisahan
singkat setelah penjurusan. Duduk berdekatan tanpa tahu jika itu adalah bagian
dari plot cerita yang telah direncanakan Tuhan. Tak ada satu pun di antara kita
yang mengira – jika kita akan saling mengikat. Di saat suka. Ataupun, duka.
Lalu, mulai tumbuh cinta di antara kita.
Kita mulai saling membutuhkan. Saling memahami jika mungkin saja, hari-hari tak
akan lagi sama untuk dilewati tanpa adanya kita semua. Lantas, serangkaian
kenangan paling indah yang mampu membuat kita menangis ketika membukanya lagi,
mulai kita untai setiap detiknya.
“Mungkin, kita tidak akan mampu menyelesaikan masalahmu. Tapi, kita tidak akan membiarkanmu melewatinya sendirian.”
Kau tahu. Kita menjaga keping-keping memori yang tersebar di jarum waktu, perlahan menyusunnya menjadi satu pigura utuh yang menggambarkan persahabatan terindah yang pernah ada.
“Mungkin, kita tidak akan mampu menyelesaikan masalahmu. Tapi, kita tidak akan membiarkanmu melewatinya sendirian.”
Kau tahu. Kita menjaga keping-keping memori yang tersebar di jarum waktu, perlahan menyusunnya menjadi satu pigura utuh yang menggambarkan persahabatan terindah yang pernah ada.
Dan, di tubuh malam, aku menangis. Aku
menuatkan jari jemari kita bersama, memejamkan mata. Beberapa di antara kita,
tetap membuka mata, melempar pandang kosong pada jalan lenggan di komplek perumahan
yang sunyi. Lalu, kubisikkan janji yang kuharap mampu memenggal jarak dan menebas
waktu.
“Apapun yang terjadi, kita masih
bersama seperti ini bukan? Whatever happens here, we still remain, aren’t we?”
Kita semua mengangguk bisu. Lalu perlahan, dikoyak
sunyi. Dimakan kenangan. Dan, didiamkan rindu.
- Ini tentang kita berenam, kawan. Desy,
Dewi, Mila, Richard, Richky.
0 Comments:
Post a Comment