Ini sepotong senja dengan warna jingga
yang begitu ranum. Cahaya jingga keemasannya menyentuh wajahku sore ini. Sekali
lagi, aku duduk di beranda rumah, tatap mataku melawan cakrawala senja.
Setumpuk kertas file mengenai penjurusan dan universitas berdiam di pangkuanku.
Aku kembali bergulat dengan pilihan, aku takut untuk salah melangkah. Tapi, sekelebat
wajah dan penggal peristiwa silam merasuk ke benakku. Ada yang lebih
kukhawatirkan; didesak waktu pada kata pisah.
Senja bergerak turun, tapi gelisah tak
kunjung redam. Bayang wajah seseorang memenuhi ruang pikirku. Aku pernah
memeluknya si dudut ruang kelas. Sebuah peluk erat. Seseorang itu tengah duduk
dan aku berdiri untuk memeluknya. Hangat dan menyakitkan. Karena aku takut,
peluk itu akan menjadi ungkap rindu terakhir. Aku takut peluk itu akan jadi
wujud temu akhir. Aku dengannya tenggelam dalam air mata.
Waktu mungkin mampu mendesak kata temu
menjadi pisah, tapi Tuhan selalu punya skenario lain untuk waktu. Aku kembali
bertemu dengannya. Kami satu SMA. Pada masa orientasi, tak ada teman yang bisa
dengan nyaman kuucapkan hello dan memulai obrolan, kecuali dia. Kami akrab
hingga pertengkaran kecil itu terjadi. Tapi aku selalu kembali pada peluk
kenang dia. Aku tahu, aku selalu membutuhkannya.
Seminggu awal menjalani keseharian di
lingkungan baru tidak pernah mudah. Kelas kami berbeda. Lalu, pada suatu siang,
ia menghambur ke kelasku. Menangis. Aku tak tahu. Tak pernah tahu. Satu yang
kutahu, akku hanya menarik tangannya, ikut menangis dan memeluknya. Berbisik
padanya; aku rindu kekompakkan masa silam di SMP. Ia mengangguk. Pelukan kita
semakin erat, tak pernah berubah. Ada sejuta rasa yang berbicara ketika aku
memeluknya. Ada beribu rindu yang menguap saat peluk itu semakin erat. Aku
menyayanginya.
Ketahulah, seseorang itu bukan pacarku.
Tidak pula kekasihku. Bukan siapapun yang mereka tebak sebagai belahan hati dan
jiwa. Ia adalah sahabatku. Mungkin sekarang, kami sudah memiliki sahabat dekat
masing-masing. Punya waktu untuk berbagi peluk dengan teman yang berbeda. Punya
satu potong momen yang spesial dengan orang yang berbeda. Tapi entah, senja ini,
aku yakin, ada satu ruang di hatiku, yang tiap kali mengingat sebuah pesta
perpisahan, aku akan selalu mengingat peluk akhirku di sudut kelas dengannya.
Sekali lagi, ia sahabatku, Gabriella.
Aku tak tahu apakah ia pernah sesekali
mengingatku atau tidak, tapi aku yakin, kita sama-sama menjaga kenangan yang
pernah ada. Bukankah persahabatan kita dijaga oleh kenang-kenang silam itu?
Yang terus menjerat kita pada kata bersama walau waktu terus memaksa pisah. Aku
‘kan selalu merawat kenangan kita.
Teruntuk @gmoureeno. Gabriella Moureen
Naomi Rompis. Bersama tulisan ini, kuselipkan beribu rindu padamu.
“Distance and time will keep us apart, but remember the true friendship is never die. You’re still my forever friend.” –untuk siapapun yang pernah singgah dalam hidupku sebagai sahabat, teman dan kenalan. Kalian telah membuat hidupku lebih berwarna.
0 Comments:
Post a Comment