“Apa
yang kamu sukai dari simfoni malam?” tanyaku pada seseorang yang duduk bersamaku
di beranda rumahku. Purnama yang menggantung sudah mulai habis dimakan awan
malam. Seseorang itu melirikku sejenak, menghisap batang tembakaunya yang
sebentar lagi habis.
“Derik
serangga. Suara tok-tok pedagang malam. Lolongan serigala. Deru mesin kendaraan
di jalanan lenggang yang terdengar sayup. Atau bahkan suara sepi itu sendiri,” jawabnya.
Kepulan asap tembakau mengepul di langit-langit. Aku tak tahu, kepul asap itu
bagai membentuk wajah seseorang.
“Kau
percaya sepi itu bersuara?” Seseorang itu tertawa, ia menyesap kopi panasnya.
“Sunyi
dan hening. Itu suara sepi. Biar kulempar pertanyaan yang sama, apa yang kamu
sukai dari simfoni malam?” ulangnya. Nada suaranya terdengar begitu pelan dan
hampir berbisik. Sepi malam membuatnya jelas.
“Suara
radio malam dari radio tua hitam milikku, terkadang jua suara mesin tik.”
Jawabanku terasa konyol, tapi ia mengangguk. Percakapan itu terhenti sampai di
sana. Kita membiarkan bisu merajai. Tak ada seorang pun dari kita yang ingin
meretakkan sunyi dan memecah hening. Kita saling memejamkan mata, menyatu
dengan sunyi sempurna yang hanya tercipta saat malam tiba. Malam yang pekat;
larut malam; tengah malam.
“Kamu
tahu? Terkadang, kutemukan hidup di tengah sunyi malam, yang tak ada di
ramainya siang,” sahut seseorang itu, pelan dan begitu tenang. Suaranya
terdengar lembut, satu irama dengan sunyi. Aku mengangguk dalam diam. Samar, kudengar
suara isak tangis pilu Bumi pertiwi, jeritan seorang perempuan di sudut kota di
gang terpencil, mesin mobil yang terburu-buru meninggalkan seseorang tergeletak
di jalan sepi, terakhir hanya lolongan serigala dan derik serangga. Malam
sengaja menghadirkan sunyi yang melelapkan untuk menyimpan liar ganas yang
dimilikinya. Aku membuka mataku; peluh menetes dari pelipisku. Seseorang di
beranda rumahku, yang duduk bercengkerama sunyi denganku, sudah tidak ada di
tempatnya.
Kemana
dia, batinku pelan.
“Aku
sudah mati. Mati dikoyak sepi.” Suara seseorang itu berbisik dari kepulan asap
tembakau yang masih bersisa di udara. Aku gemetar.
0 Comments:
Post a Comment