Aku
memiliki satu guru yang mengajarku pelajaran mengenai masa lalu. Setiap
pelajaran beliau, kami selalu diminta menghafal catatan-catatan beliau yang
sudah beliau rangkum dari buku paket kami maupun dari buku pegangan lain. Gaya
mengajar beliau pun lucu dan unik, setiap beliau masuk ke kelas, yang pertama
beliau lakukan adalah menyuruh kami meluruskan barisan kursi-kursi agar tidak
miring dan teratur rapi. Namun, beliau termasuk guru yang sering ‘dikerjai’
oleh murid. Menjadi sasaran utama untuk keisengan murid-murid. Mungkin bisa
dikatakan beliau termasuk guru yang santai, karenanya murid sedikit berani
dengan beliau. Beberapa waktu lalu, aku mendengar obrolan, banyak yang
mengatakan beliau salah satu guru yang paling kuno. Kasarnya; gaptek. Sedikit
linglung dan banyak komentar negatif lainnya. Aku hanya diam mendengarnya
sampai suatu siang, saat aku selesai menanyakan pelajaran komputer pada guru
TIK-ku, beliau yang sedang mengajar di kelasku segera menghampiriku. Ia
bertanya banyak hal padaku, tentang system Excel di Microsoft, hal-hal
berkaitan dengan Barcode di aplikasi Android dan obrolan kecil tentang
tekonologi informasi lainnya. Satu hal yang kutangkap dan kukagumi, beliau
adalah orang yang ingin belajar, beliau menanyakan padaku tentang hal-hal kecil
yang sederhana. Beliau adalah orang yang menyenangkan dan baik di tengah
kepolosan dan keluguannya. Beliau adalah orang yang lucu dan guru yang
membuatku nyaman dan tidak takut untuk maju ke depan kelas kapanpun. Beliau
adalah orang yang bersahabat. Dan yang terpenting, beliau ingin belajar dan
punya keingin-tahuan. Di tengah kekurangannya, beliau ingin belajar, belajar,
belajar dan belajar. Dan, ia tidak malu untuk bertanya, tidak takut untuk
mencoba. Banyak yang mungkin mengantuk dengan cara mengajarnya yang meminta
kami lebih banyak menghafal catatan, tapi aku kembali menemukan hal lain
tentang beliau, tentang catatan-catatan yang selalu kami hafal. Beliau pernah
berkata satu hal padaku; “Vero, ini sudah saya rangkumkan catatan buat kalian.
Jadinya lebih gampang dan mudah untuk menghafal Bab ini bukan? Tidak seperti di
buku paket, panjang dan bertele-tele.” Aku mengangguk, tersenyum, meraih buku
catatan itu. Dan karena aku adalah sekretaris kelas, aku menyalin ulang buku
rangkuman beliau di papan tulis. Di setiap gores pensil di buku catatan
rangkuman beliau, aku merasakan itu goresan penuh cinta dari seorang guru yang
polos nan lugu untuk murid-muridnya.
Aku
tersenyum begitu kecil lewat sudut bibirku ketika sosoknya berjalan melewatiku
di ruang tunggu di suatu siang. Mungkin jika suatu saat nanti aku disodorkan
kertas yang menanyakan siapakah guru favoritku, aku tanpa ragu akan menuliskan
salah satu nama beliau.
0 Comments:
Post a Comment