Sama
seperti pengerjaan buku-buku pada umumnya, pasti selalu ada cerita menarik di
balik proses penulisan dan pembuatannya, sejenis behind the scene-nya. Dan, itu juga terjadi pada naskah
#BicaraCinta – selain fakta bahwa aku dan Alberta Angela (kawan jauhku yang
gambar-gambar apiknya menambah ‘roh’ tulisanku di buku ini). Berikut beberapa
fakta (aneh dan absurd) terkait ‘penciptaan’ #BicaraCinta yang kudu kamu tahu:
1. Judul paling awalnya adalah ‘Membincangkan Cinta’
Naskah
#BicaraCinta mulanya diajukan lewat sampel naskah, yang kala itu dibuat 19
halaman PDF + proposal naskah.Ketika sampel sudah jadi, kita kebingungan
mencari judul, berbagai alternatif judul bertebaran, mulai dari ‘Coretan Hati’,
‘Catatan Kecil Tentang Apa yang Disebut Cinta’, ‘Bisikan Hati’, ‘Coretan Rasa’,
dan lain-lain, sebelum akhirnya maju dengan ‘Membincangkan Cinta’ – lalu
dirombak lagi setelah diskusi berhari-hari bersama editor dan redaksi penerbit
untuk dikukuhkan menjadi ‘Bicara Cinta’. Prosesnya cukup panjang utnuk mendapat
judul yang lumayan enak diucapkan dan didengar telinga serta mencerminkan isi
buku, bahkan tagline ‘menemukan yang sembunyi di antara kata dan sketsa’,
dipilih setelah mencoret-coret kertas puluhan kali dan sempat kudiskusikan juga
dengan dosen Corporate Communication (konsultasi tagline yang ‘menjual’ dan
buat penasaran itu yang seperti apa). Cukup memusingkan, tapi ini pencarian
yang mengasyikan.
2. Jangan Ditiru: Begadang sampai Jam 5 Pagi (dan Bolos Kuliah Satu Hari)
“Aku
enggak yakin hari ini bisa mulai ngegambar, Ver. Paginya kelas sampai sore,
belum lagi kerja kelompok. Malamnya sudah ada janji sama kawan, terus pulangnya
langsung nugas,” ujar Alberta, ketika mengetahui tenggat waktu tidak sampai
sebulan. Karena kita berdua tahu, menulis quote
dan menggambar ilustrasi yang feeling-nya
sesuai, tidak semudah ketika kita membalikkan halaman-halaman buku. Kujawab padanya tak apa, atur waktu saja
sebisa mungkin seraya kuingat-ingat juga agendaku yang semakin memadat.
Dan,
inilah yang terjadi: Alberta memastikan diri terjaga hingga pukul lima pagi –
yang mana kuketahui karena ia selalu mengirimkan dan memperbarui gambar maupun
lukisan mininya tiap jam terhitung mulai pukul nol-nol, sampai aku bangun jam
lima pagi. Aku melongo depan ponsel – mengingat aku sudah ‘lenyap’ sejak pukul
setengah satu pagi. Hal terus terjadi sampai menjelang tenggat, aku mulai
kelabakan karena ‘kamu tak bisa menulis quote-quote
hanya dengan duduk di depan layar laptop selama berjam-jam, kamu butuh pergi
keluar, bertemu orang-orang, berinteraksi, mengamati keramaian, mengheningkan
diri sejenak, menyatukan indera dengan semetsa untuk memadatkan makna ke dalam
beberapa baris kalimat’. Akhir November depan mata, aku masih harus mematangkan
beberapa kalimat dan hari Sabtu kupilih untuk jadi ‘korban’ pembolosanku.
Keadaannya seperti ini: saat teman-teman sedang terkantuk-kantuk mengikuti
kelas, aku memilih spot terbaik di rumah untuk mendiamkan diri mencari wangsit.
salah satu sketsa awal untuk halaman handwriting di dalam buku 'Bicara Cinta' |
3. Mengasingkan Diri ke Gunung dan Melawan Naga (baca: Semedi)
Beberapa
kalimat dalam buku #BicaraCinta, kudapat setelah semedi ringan, jadi hasilnya
bisa saja aku hanya mendapat dua kutipan dalam waktu satu jam. Lama bukan? Aku
hanya ingin memastikan segalanya tidak prematur dan kata-kata yang dipilih
benar-benar mewakili pesan yang ingin disampaikan. Semedi ringannya benar-benar
sederhana: segelas teh, hening, diam (kadang aku menutup mata, kadang juga
tidak), dan mulai mendalami rasa. Kedengarannya konyol, tapi hampir setiap aku
menulis apapun, aku akan diam dengan segelas teh ditemani secarik kertas bekas
yang masih putih dan bolpoin. Ketika ide atau inspirasi itu datang, aku akan
menulis secara acak.
4. Naskah Selesai berjumlah 150 Halaman PDF yang diselesaikan dalam waktu 25 Hari
Akhirnya
selesai juga. Kerja keras memang tidak mengkhianati, terutama ketika editor
bilang hasilnya apik dan ciamik. Alberta dan aku bernapas lega, setelah dua
puluh lima hari berjuang di sela-sela kesibukan jadwal masing-masing hingga
berteriak di hadapan kalender November ‘ke mana tanggal 31 bersembunyi’ (karena
pada bulan sebelas tersebut, penanggalan hanya berakhir di angka 30). Terlepas
dari tenggat-tenggatnya, bagiku, quote-quote-nya
sendiri tidak selesai dalam hitungan puluhan hari, melainkan sepanjang angka
aku hidup – karena melahirkan quote-nya,
aku membutuhkan pelajaran dari kenangan dan angan-angan yang tergantung di
depan.
5. Tentang Lembar Persembahan
Ada
yang bilang, ‘halaman persembahan buku terasa sangat personal, dan memang,
lembar-lembar lainnya juga demikian’. Aku tertegun – setiap cerita selalu punya
jiwanya masing-masing, ia dibentuk dari banyak macam hal, salah satunya
kegelisahan, atau risau-risau hati yang tak kunjung tergenapi.
“Aku
curiga, mungkin para motivator atau inspirator bukanlah orang yang paling kuat,
sebaliknya, mereka adalah yang paling rapuh, yang menangis di malam harinay
tapi bangun di pagi hari dengan senyuman,” kataku pada Alberta, dan ia
membalasnya, siapapun bisa membicarakan cinta – siapa saja adalah pecinta. Dan
sekaligus penyimpan luka. Mungkin kita adalah salah satunya yang andal.
keren, mungkin ini yang disebut " The Power Of Passion" :)
ReplyDeletehey, Rizal! Terima kasih :)
Delete