Friday, 27 June 2014

Praktek Imajinasi, Kerja Nyata


“…teknik menulis itu bisa dipelajari, yang berbeda dan penting adalah sikap/pribadi kita dalam memandang hidup. Budi Darma menyebutnya sebagai obsesi.” 
– Agus Noor

Segmen kedua dalam workshop cerpen Kompas yang diselenggarakan nonstop dari pagi hingga sore itu (25/6) di Gedung Kompas Gramedia Palmerah Selatan itu, diisi oleh sastrawan Agus Noor. Berbeda dengan permateri sebelumnya, Agus Noor membuka sesi kedua dengan power point dan sebuah papan tulis. Agus Noor meraih sebuah spidol hitam dan menulisi papan tulis putih dengan sebuah kata ‘rumah’, dan kami diminta untuk menyebutkan hal pertama yang terlintas di pikiran ketika mendengar kata ‘rumah’. Mulai dari sederetan kata seperti keluarga, kehangatan, penjara, peraturan hingga kuburan pun disebut. Agus Noor mulai meminta kami untuk menjelaskannya, salah satunya aku; yang menjawab kuburan.
“Kenapa kuburan?”
“Jika Agus Noor tadi bilang, sebagai seorang penulis haruslah punya pandangan hidup, maka saya memandag hidup ini sebagai stasiun penyinggahan sementara. ‘Rumah’ sebenarnya adalah kuburan – rumah pengistirahatan kita.”
“Oke, itu berarti kamu punya cerita!” ujar Agus Noor mantap sambil menunjuk ke arahku, Agus Noor pun kembali melanjutkan,
“Bagi gue, rumah mengingatkan gue pada tikus-tikus. Di sebuah rumah tua nan gelap yang dihuni oleh seorang paruh baya yang memiliki penyakit – yang membuatnya ditinggal orang-orang di sekitarnya. Orang paruh baya itu akhirnya mati di bangku tuanya, dengan sepotong keju di kaki bangku itu – keju yang dimakan tikus-tikus. Ini mengartikan jika si orang paruh baya itu merelakan makanan satu-satunya yang ia punya (keju) pada tikus-tikus di rumah itu,” ujar Agus Noor sembari berjalan ke tengah-tengah kami. Beliau pun kembali menyambung ucapannya,
“Bisa kita lihat sendiri, dari sebuah kata ‘rumah’ saja, kita mendapati pikiran-pikiran yang berbeda – mulia dari penjara, peraturan, kuburan dll. Apa yang membuatnya berbeda dan memicu orisinalitas? Pandangan hidup!”
Agus Noor yang siang itu mengenakan kaus ketat kelabu, celana panjang hitam yang dipadukan dengan sepatu boots berwarna krem, mulai menjelaskan makna dibalik perkataannya tadi.
“Kenapa gue bilang tiap penulis harus punya pandangan hidup, dikarenakan pandangan hidup Anda dengan sendirinya akan menuntun Anda menuju kreativitas – menemukan hal-hal yang tidak terpikirkan oleh orang lain, membuat Anda berbeda. Jika ditanya apa pandangan hidup gue? Bagi gue, hidup itu ironi, penuh keganjilan. Absurd-absurd itulah selera gue,” timpal Agus Noor tegas.
Tak hanya mendesak kami untuk memiliki pandangan hidup, Agus Noor juga memberi barisan tips untuk menembus media koran terutama Kompas. “Gini, gue tahu harapan lo semua. Habis dari workshop ini, impian lo pastinya pulang ke rumah, nulis dan nembus Kompas? Biar gue kasih tahu caranya,” ujar Agus Noor seraya tertawa, yang tanpa dikomando, kami semua turut larut dalam tawa. Berikut tips (berharga nan eksklusif, hihi) dari Agus Noor :
1.      1. Cerpen haruslah punya nilai/prinsip (Agus Noor menyebut nilai/prinsip sebagai value cerita)
Hal mendasar yang membuat cerita memiliki value adalah ketika si penulis mempunyai prinsip dasar dalam hidup. Contohnya saja Agus Noor sendiri yang bergelut dengan ironi-ironi dan absurditas, sekarang ini beliau tengah terobsesi dengan anjing. Agus Noor memiliki prinsip dasar hidup yakni ironi, maka Agus Noor mengolah cerita tentang seekor anjing dan seorang gadis jelita dalam kemasan yang ironi (ketika mengisahkan contoh ironi ini, Agus Noor memerlihatkan satu cerpennya yang belum rampung pada kami semua – yang apabila ingin ditulis di blog ini akan sangat panjang). 
2.      Mendisiplinkan diri
Ini adalah fakta yang membuatku dan peserta lain ternganga.  Agus Noor mendisiplinkan dirinya dalam menulis dengan wajib kudu harus menulis setiap harinya dengan waktu 7 – 9 jam. Agus Noor menulis banyak hal – beliau menulis ketika mendapati potret-potret instagram, foto di instagram itu dibuatnya sebagai cerita. Ide cerita mengenai ironi-ironi dalam cerpen-cerpennya sebagian besar terinspirasi dari berita-berita unik di kolom Kilas Kawat Internasional yang ada di koran Kompas. Banyak hal unik, tidak masuk akal, absurd dan unik di kolom tersebut, yang diolah bersama kreativitas Agus Noor, lalu terciptalah sebua cerpen-cerpen abusrd penuh ironi. Agus Noor bahkan sampai meng-kliping kolom Kilasan Kawat Internasional tersebut dalam buku note sedangnya yang berkaver hitam.
“Mendisiplinkan diri sangatlah penting agar tulisan bisa selesai. Gue sendiri, dalam sebulan harus bisa jadi lima cerpen, mau itu jadi atau gak. Yang terpenting adalah kalian ‘menghasilkan’! Tahukah kalian, Christiano Ronaldo, sebelum ia jadi pemain seepak bola sehebat sekarang, dulunya latihan menendang bola saja butuh wkatu hingga delapan jam. Contoh lain, Arswendo, di rumahnya dulu ada empat mesin tik yang dipakai beliau bergantian untuk menulis cerita, hingga menghasilkan karya Senopati Pamungkas.” 
3.      Bahasa menarik saat kalimat pertama
Menurut Agus Noor, kalimat pertama dalam cerita bukanlah benar-benar ‘kalimat pertama’ yang dimaksud. Kalimat pertama juga bisa diartikan, paragraph pertama yang menarik. Dan, mengenai kalimat pertama yang menarik ini, Agus Noor punya ciri khas tersendiri. Beliau paling suka mencatat kalimat-kalimat yang terlintas di ruang pikirnya kapan pun – bahkan saat di kamar mandi, menunggu kendaraan dan lain-lain, dengan cepat beliau menulisnya di note ponsel.
“Zaman sekarang sudah canggih, kalimat pertama bisa terlintas dimana saja dan ditulis di note smartphone. Contohnya kalimat pertama saya nih,” ujar Agus Noor sambil mengeluarkan ponsel layar sentuhnya dari saku celana.
“…keadilan lebih mudah didapat ketika berada di luar pengadilan. Bagus bukan? Gue jamin habis ini pasti langsung nge-tweet kalimat gue tadi, hehe. Gue juga kadang bingung, wuih, bisa ya gue nulis kalimat kayak gini hahahaha,” seloroh Agus Noor mengundang tawa kami yang memenuhi ruang workshop. Agus Noor bisa ngelucu juga ya (masih ngakak sampai sekarang tiap inget ini) 
4.      Jangan terpaku dengan teknik
Jika pada segmen pertama, Seno lebih menitik beratkan pada teori dan teknik kepenulisan, Agus Noor di sesinya sendiri mengungkapan, teknik jangan dijadikan topangan dasar. Teknik itu bisa didapat dengan sendirinya ketika kita jatuh dan bangkit dari kegagalan, begitu menurut beliau.
“Gini ya, gue kasih contoh sederhannya. Kayak kita belajar naik sepeda, ada yang bilang: teknik naik sepdu tuh, dua tangan memegang setang,satu kaki di pedal sepeda, satunya lagi untuk menahan keseimbang. Gue kasih tahu ya, itu semua preketteeeeeek! Cara naik sepeda itu ya, tinggal naik dan gowes! Masalah nantinya bakal jatuh? Ya, jatuh aja. Itu bagian dari belajar. Bagian dari menemukan teknik! Sama kayak nulis, ga usah banyak teori dan teknik ini-itu, yang penting langsung nulis aja.”
Terlepas dari empat tips dari Agus Noor di atas, Agus Noor juga sempat menanyakan kami di awal pembukaan segmen-nya, apakah arti menulis bagi kami semua. Karena penting bagi seorang penulis untuk punya motivasi dan alasan. Menurut Agus Noor, jika penulis ingin menulis dengan alasan terkenal, maka menulislah seperti Andrea Hirata, menulislah tema-tema yang disukai pasaran dan membuat terkenal. Semua motivasi itu adalah sah.
“Untuk gue, menulis adalah cara gue menyelamatkan diri dari kegilaan. Kadang, ide gila gue suka muncul tak terduga, misalnya saja saat melihat seorang bayi yang tertidur pulas, pengen rasanya gue masukkin sesuatu ke hidungnya, hahaha. Nah, dengan menulis, gue bisa menyalurkan kegilaan gue dan menyelamatkan gue dari tindakan gila itu. Beda lagi dengan Budi Darma, beliau menganggap dunia ini jurngkir balik, itu yang memotivasi beliau.”
Berkali-kali, tiap kali Agus Noor membuka suara dan argumen, rasanya hampir sesering itu jugalah kami mengangguk-angguk dengan pandang takjub pada beliau. Selepas materi dan tips-tips keren yang diberitahukan beliau, Agus Noor pun membuka sesi praktek.
“Jangan cuma ngomong mau nulis, harus bilang ‘sedang menulis’. Makanya, ayo praktek!” ucap Agus Noor dengan semangat. Beliau membagian kartu remi pada kami semua, meminta kami untuk menulis sebuah kata – apa saja itu di atas kartu remi itu. Lalu, sekumpulan kartu remi tersebut dikembalikan ke Agus Noor, beliau mengocoknya dan menyuruh kami untuk memlih tiga kartu remi secara acak. Maka, kami juga mendapat tiga kata dari tiga kartu remi itu. Tugas prakteknya, adalah menyusun sebuah cerita singkat dari tiga kata di tiga kartu remi yang kami pilih dalam waktu dua puluh menit (Agus Noor sendiri juga ikut memilih tiga kartu remi – dan hanya dalam waktu kurang dari 20 menit saja, beliau sudah selesai mengetik ceritanya). Setelah jadi, cerita singkat kami akan dibedah oleh Agus Noor.
Aku sendiri mendapat tiga kata; malampati, tompel dan denyar-denyar. Untuk melihat cerita yang kubuat kala itu klik disini.
Sama seperti segmen milik Seno, workshop dengan tema ‘Praktek Imajinasi, Kerja Nyata’-nya Agus Noor pun berakhir dengan sesi selfie bersama dan book signing. Tak hanya itu, walau sudah dinyatakan waktu istirahat, masih saja banyak peserta yang mengerumuni Agus Noor dan bertanya banyak hal – dan tentu saja, Agus Noor kembali memberi ilmunya. Tips terakhirnya adalah,
“Baca deh tagline Kompas; amanat hati nurani rakyat. Maka bisa dikatakan, cerpen-cerpen Kompas adalah tulisan yang memiliki keberpihakkan pada kebenaran,” ujarnya sembari mengakhiri sesi sharing bersama saat itu.

Tentang Agus Noor
Tahun 1987, cerpennya ‘Kecoa’ muncul di Kompas pertama kali, dan sejak itu cerpen-cerpennya kerap dimuat Kompas Minggu. Cerpennya ‘Peang’ masuk dalam buku Cerpen Pilihan Kompas yang ketiga dan sejak itu cerpennya nyaris selalu masuk dalam buku Cerpen Pilihan Kompas. Cerpennya ‘Kunang-kunang di Langit Jakarta’ bersanding dengan ‘Salawat Dedaunan’ (Yanusa Nugroho) menjadi cerpen terbaik Kompas 2012. Sudah banyak menerima penghargaan sastra di Indonesia. Lebih dari empat tahun ia juga menulis skrip Sentilan Sentilun produksi program televisi di Metro Tv. Sedang menyiapkan dua buku barunya yang berjudul Cerita buat Para Kekasih dan Kitab Ranjang.

This entry was posted in

5 comments:

  1. Dokumentasi yang keren. Saya pengagum Agus Noor sejak lama. Sering-sering ikut workshop keren begini, terus ditulis di blog ini, ya! Saya pasti sering berkunjung ke sini.

    ReplyDelete
  2. Mendisiplikan diri itu yang paling sulit...
    Thanks for sharing, Veronica.

    ReplyDelete
  3. Nice...... Bagus dan bermanfaat.

    ReplyDelete
  4. Ga usah banyak teori dan teknik ini-itu, yang penting langsung nulis aja>> mendadak speechless. .____.


    Makasih, Vero atas sharing-nya. Sangat sangat bermanfaat.

    ReplyDelete